-
Mohamed Salah dan Liverpool Ingin Balas Dendam ke Real Madrid, Dani Carvajal Nyinyir
45 menit lalu -
Prediksi: Liverpool vs Real Madrid
36 menit lalu -
Selalu Sial saat Tampil di GP Monaco, Charles Leclerc: Saya Tak Percaya Takhayul
45 menit lalu -
Penulis Kaligrafi Arab Terkemuka Asal Jepang Luncurkan Buku Baru di Abu Dhabi
41 menit lalu -
Warga Perbatasan: Kami Lebih Memilih Berobat di Pos Satgas dan Dilayani TNI
45 menit lalu -
Bolden dan Derrick Michael, Amunisi Baru Timnas Dibanjiri Pujian
46 menit lalu -
Bobby Nasution Terkesan dengan Kemajuan Kota Bandar Lampung
16 menit lalu -
Masuki Musim Kemarau, BMKG Deteksi 9 Titik Panas di Provinsi Aceh
15 menit lalu -
Aura Kasih Main Bareng Llama Pakai Rok Mini Pamerkan Paha Mulus
13 menit lalu
AJI Padang: Kebebasan Mendirikan Media Jadi Ancaman Kualitas Pers

Covesia.com - Ketua Aliansi Jurnalis Indepanden (AJI) Padang, Aidil Ichlas menyebutkan bahwa kebebasan mendirikan media di Sumatera Barat menjadi ancaman untuk kualitas pers.
"Kebabasan pers di Sumbar sudah baik, liputan sudah banyak, tapi kebebasan mendirikan media juga menjadi ancaman kualitas pers," ungkapnya, Rabu (26/1/2022).
Aidil mengatakan banyak yang mendirikan media hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Tidak menjadikan media sesuai tupoksinya, tapi lebih kepada mendapatkan keuntungan finansial sendiri.
"Ini tantangan kita ke depan bagaimana pers harus lebih baik. Kualitas jurnalis dan media juga harus diperhatikan. Saat ini banyak jurnalis dan media yang copypaste," ujarnya.
Menurutnya, hal itu amat disayangkan karena berdampak kepada tidak tersuarakannya suara masyarakat, karena hanya mengandalkan rilis pemerintah. Tak hanya itu, saat ini beberapa jurnalis di Sumbar juga mengeluhkan sulitnya mendapat akses kegiatan Gubernur dan Wagub yang dulunya selalu disediakan.
"Jurnalis kehilangan akses, itu penyebabnya karena adanya pengalihan dan tupoksi bidang di Pemprov," ujarnya.
Kemudian, Aidil juga menyebutkan beberapa kegiatan yang mengganggu kegiatan jurnalis di Sumbar, mulai dari penghalang-halangan, penghinaan, bahkan sampai pengancaman terhadap jurnalis.
"Seperti di Pasaman, jurnalis Covesia.com mendapatkan tindakan yang tidak menyenangkan. Kapolres di sana sudah dimutasi oleh Kapolda Sumbar, tapi kita belum tahu penyebab dimutasinya," kata Aidil.
Terkait kesejahteraan jurnalis juga penting diperhatikan, katanya. Dengan tidak adanya kontrak, atau status kontributor, dan luasnya area liputan jurnalis menjadikan jurnalis sulit secara finansial.
"Mulai dari upah yang tidak layak, Rp10 ribu per berita bahkan ada yang hanya Rp7.500 per berita. Bagaimana dia bisa melakukan tugas jurnalistiknya dengan baik dengan upah yang tidak layak," ujarnya.
Aidil mengimbau jurnalis yang belum tergabung ke organisasi jurnalis untuk bergabung tidak hanya di AJI, tapi bisa juga bergabung di IJTI, PWI dan organisasi lainnya.
Bahkan, jika ada yang yang mendirikan serikat kerja itu akan lebih baik. Karena belum ada media di Sumbar yang memiliki serikat pekerja. Ini akan memberikan daya dorong pada jurnalis.
"Kita berharap verifikasi media memastikan memberikan upah layak pada jurnalisnya. Sementara media tersebut tidak menjalankan fungsinya perlu ada evaluasi tahunan agar media memang menjadi contoh media lain," imbuhnya.
Sementara, terkait gender, sangat mengejutkan adanya kekerasan seksual. Anehnya, kata Aidil, mereka mengaku tidak tahu mengalami kekerasan seksual.
"Dari 34 responden 25 mengalami kekerasan seksual. Ini termasuk besar angkanya," katanya.
Dia juga meminta untuk perusahaan media menyediakan ruang bagi jurnalis perempuan untuk cuti hamil, ruang laktasi untuk ibu menyusui, atau memberikan perhatian lebih ke jurnalis perempuan. "Seperti cuti haid juga," imbuhnya.