-
AC Milan vs Atalanta: Hancur Lebur di San Siro Tapi Tetap Campione d'Inverno
43 menit lalu -
Atalanta Permalukan AC Milan 3-0 di San Siro
52 menit lalu -
Ketika Seminar Produk Kesehatan Langgar Protokol Kesehatan
49 menit lalu -
Tak Ada Wakil di Final Thailand Open 2021, Herry IP: Ganda Putra Tak Capai Target
45 menit lalu -
Inter Milan Gagal Bawa Pulang Poin Penuh Usai Ditahan Udinese
42 menit lalu -
Didatangi Danrem Kolonel Rano Tilaar, Ustaz Ba'asyir: Insyaallah Diberi Pahala
40 menit lalu -
3 Zodiak Luar Biasa, Mereka Juara di Dunia
50 menit lalu -
Bio Farma Siap Distribusi 4 Juta Dosis Vaksin Covid-19
34 menit lalu -
Udinese vs Inter Milan: Mandul di Friulli, Momentum ke Puncak Terbuang
28 menit lalu -
Dewan Fatwa Turki Larang Penggunaan Jimat Mata Iblis
36 menit lalu -
Ponpes Al Iman Jadi Klaster Covid-19, Puluhan Santri Positif
25 menit lalu -
Robot Ubur-Ubur Dibuat untuk Perbaiki Karang yang Rusak
24 menit lalu
Ali Kalora Cs Belum Tertangkap, IPW Sebut Gegara Polisi Takut Masuk Hutan

JAKARTA - Kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kolara yang membunuh empat warga Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah dan membakar enam rumah serta satu gereja sepekan lalu belum juga berhasil ditangkap aparatur kepolisian. Padahal, jumlah teroris Poso itu hanya sekitar 20 orang.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, informasi yang diperoleh IPW, setelah melakukan aksi teror kelompok Ali Kolara kembali bersembunyi di hutan lebat Sulteng. Sementara aparatur kepolisian yang ditugaskan memburu tidak berpengalaman di "medan tempur hutan belantara. Menurutnya, dalam Medan tempur ada tiga kategori, yakni, hutan, gunung, dan perkotaan.
Baca Juga: Sepak Terjang 'Profesor Bom' Upik Lawanga, Bom Termos hingga Bunuh Istri Tentara
Masing-masing medan berbeda situasi dan karakteristiknya, sehingga strategi, stamina fisik personel, mental, dan peralatan yang harus dimiliki aparat juga harus berbeda. Personel kepolisian yang tidak punya pengalaman di Medan hutan, pasti takut untuk masuk hutan memburu Ali Kolara cs.
"Mereka hanya berada di luar hutan hingga waktu penempatannya di Poso berakhir dan akhirnya pulang ke Jawa. Akibatnya, Ali Kolara cs yang 20 orang itu tidak akan pernah tertangkap. Sejak 2016 mereka bebas menebar teror di Sulteng," ujar Neta melalui keterangan tertulisnya, Kamis (3/12/2020).
Untuk itu, kata Neta, Mabes Polri perlu mengkonsolidasikan Brimob dan TNI yang memang punya pengalaman di Medan tempur hutan, untuk memburu teroris MTI itu. Densus 88 sekali pun tidak punya pengalaman di Medan tempur hutan. Mereka hanya piawai di perkotaan.
Syarat lain yang harus dipenuhi Mabes Polri adalah biaya operasional harus memadai dan tidak dipotong oknum pimpinan, begitu juga insentif bisa diperoleh utuh untuk ditinggal di rumah, peralatannya dipenuhi agar memadai, dan ada reward yang jelas ketika mereka berhasil menghabisi kelompok MTI, misalnya bisa mengikuti pendidikan atau memegang posisi jabatan.
"Jangan kosong kosong bae", sementara mereka harus menyambung nyawa di hutan. Jika tidak ada jaminan soal keempat hal itu jangan harap Ali Kolara cs bisa "dihabisi". Strategi inilah yang perlu diperhatikan, sehingga Mabes Polri tidak hanya sekadar "perintah kosong", sementara mereka melihat teman temannya yang bertugas di belakang meja, di kota kota di Jawa bisa sekolah dan gampang dapat jabatan empuk," tuturnya.
Padahal, kasus Sigi semakin menunjukkan bahwa kelompok radikal dan garis keras keagamaan yang bersekutu dengan terorisme makin bercokol kuat di Indonesia. Sekecil apapun celah, mereka gunakan untuk membuat teror yg menakutkan masyarakat.
Baca Juga: Buru Kelompok MIT, Kapolri Perintahkan Kapolda Sulteng Berkantor di Poso
Untuk itu, Polri perlu bekerja cepat dan membuat strategi taktis untuk menangkap dan membongkar jaringan MTI di hutan maupun di luar hutan Sulteng. Sebab apa yang mereka lakukan di Sigi seperti sebuah sinyal bahwa kelompok radikal terorisme itu akan kembali menebar teror di berbagai tempat.
"Mabes Polri perlu mewaspadai akan munculnya aksi terorisme di Indonesia menjelang akhir tahun ini. Dengan maraknya aksi kerumunan massa dan meluasnya gerakan intoleransi akhir akhir ini telah membuat kalangan radikal dan jaringan terorisme seakan mendapat angin untuk kembali beraksi secara masif," katanya.
Neta menambahkan, dari pendataan IPW, simpatisan ormas yang sering melakukan kerumunan massa pernah ada yang terlibat dalam aksi terorisme. Di tahun 2017 jumlah mereka yang ditangkap Polri mencapai 37 orang dari berbagai daerah, mulai dari Aceh, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, dan lainnya. Beberapa di antaranya sempat ditahan di Nusa Kambangan, Gunung Sindur Bogor dan LP lainnya.