-
Ternyata Ini Alasan Kenapa Arema FC Dijuluki Singo Edan?
53 menit lalu -
Ancam Timnas Indonesia U-20, Timnas Vietnam U-20 Siap Gebrak Piala Asia U-20 2023!
56 menit lalu -
Golkar dan PKS Pastikan Kawal Pemilu 2024 Terlaksana Sesuai Jadwal
54 menit lalu -
Gagal Ginjal Akut, Pakar Sarankan Pemerintah Tetapkan Status KLB
54 menit lalu -
Marselino Ferdinan Kedinginan di Belgia
45 menit lalu -
Sidang Penggelapan BBM, Jaksa Cecar Direksi Soal Keluar Masuk Uang Perusahaan
58 menit lalu -
Soal Pemanggilan Menkominfo di Kasus BTS, Jaksa Agung: Tunggu Waktunya
31 menit lalu -
Kemenhub Anggarkan Rp 774 Miliar untuk Subsidi Angkutan Perintis, Ini Perinciannya
57 menit lalu -
Bung Towel Minta PSSI Pertahankan ShinTae Yong, Ini Alasannya
50 menit lalu -
Fede Valverde Sebut Performanya Menurun karena Piala Dunia 2022
23 menit lalu -
Tarif Ojol Diatur Pemda, Kemenhub: Masih Tahap Pembahasan
55 menit lalu -
Soal KIB, Sekjen PKS: Serba Mungkin
39 menit lalu
0
Aliansi Pengendalian Tembakau Asia Pasifik Bertemu di Denpasar, Bima Arya Angkat Bicara

APCAT atau Aliansi Kota Asia Pasifik untuk pengendalian tembakau dan pencegahan penyakit tidak menular dihadiri ratusan delegasi berbagai negara dan kabupaten/kota se-Indonesia. Menariknya, event kali ini dirangkaikan dengan The 1st APCAT Tobacco Free Youth Leader Festival (TFYLF).
"Aliansi ini konsisten akan mencegah dampak negatif dari industri tembakau," kata Walikota Bogor, Bima Arya yang juga Co-Chair The Asia Pacific Cities Alliance for Health and Development (APCAT), Kamis (1/12/2022).
Tercatat, hingga bulan November 2022 sudah ada 360 kota dan kabupaten telah mengadaptasi Perda Pengontrolan Tembakau. "Kami semakin menjadi mitra yang strategis bagi Kemenkes," tegas Bima Arya.
Jika pada tahun 2016, tercatat hanya ada 12 kota di kawasan Asia Paaifik. Namun sekarang sudah ada 82 walikota di 12 negara yang memberi dukungan dalam pengendalian tembakau.
Pihaknya juga menyadari betapa pentingnya peran sosial media, peran komunitas memperkuat kolaborasi, tidak hanya program G to G (Government to Government), B2B atau Business to Business. namun juga kalangan muda dan media yang harus fokus pada pentingnya kesehatan.
Pada pertemuan Asia Pasifik di Denpasar ini, pihaknya ingin menciptakan generasi bebas tembakau. APCAT, tambah Bima Arya, ingin menciptakan kegiatan menarik untuk mencegah efek negatif penggunaan tembakau.
"APCAT bertujuan membawa komitmen, untuk memperkuat kolaborasi, mengakselerasi kemajuan, mencegah beban penyakit tidak menular (PTM), manghapuskan tuberculososis (TBC) dan meningkatkan sinergi," ujar Bima Arya.
Ia mengaku melihat taktik terbaik, para pemimpin daerah di negara Asia Pasifik dari isu pengendalian tembakau. Sedangkan untuk konteks lokal, menciptakan kota bebas asap rokok, melarang iklan rokok, hingga dilakukan advokasi meningkatkan cukai.
Selain itu, pihaknya ingin memastikan intervensi dari industri tembakau. "Mendekati Pemilu biasanya setiap perusahaan tembakau mendekati kandidat. Saya sarankan untuk hati-hati," pesan Bima Arya.
Perwakilan komunitas muda peduli bahaya rokok di Indonesia turut hadir dan berkolaborasi dalam acara ini, diantaranya Udayana Center for Non-Communicable Disease, Tobacco Control, and Lung Health (Udayana Central), Ikatan Ahli Kelompok Masyarakat Indonesia (IAKMI), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Kelompok Mahasiswa Peduli Bahaya Tembakau (KMPT) Universitas Udayana, Sinergi Bersama Mengurangi Asap Rokok di Kulon Progo (SemarKu), TC Program Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia (ASPEKSINDO) dan Rumah Mediasi Indonesia (RMI).
"Pada penyelenggaraan ketujuh APCAT, kami dengan prihatin meresmikan gelaran pertama Tobacco Free Youth Leader Festival (TFYLF). Kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian kami sebagai perwakilan anak muda terhadap masalah tembakau/rokok yang tidak kunjung membaik sampai detik ini. Berdasarkan publikasi Riskesdas 2018 sudah terdapat 3,2 juta perokok anak di Indonesia," Jelas Diah Pradnya, selaku Local Committee the 1st TFYLF.
Hal senada disampaikan Luh Putu Sintya Devi Agustin, Ketua Kelompok Mahasiswa Peduli Bahaya Tembakau (KMPT), Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali. Tidak hanya rokok konvensional, anak-anak muda kini harus menghadapi paparan berbahaya dari rokok elektrik.
Berdasarkan publikasi Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, berdasarkan karakteristik kelompok umur, perokok elektrik justru paling tinggi dikonsumsi oleh kelompok umur 10-14 tahun dan 15-19 tahun.
"Fakta tersebut menunjukkan bahwa memang kehadiran rokok elektrik bukan menjadi solusi, melainkan menjadi beban bagi negara. Branding rokok elektrik yang fokus mengincar perokok dewasa hanya omong kosong belaka. Anak-anak muda, termasuk anak-anak di bawah umur menjadi target utama mereka," Ungkap Sintya.
Selain mendapatkan kesempatan untuk berdiskusi dengan perwakilan pemimpin muda, sekitar 200 peserta juga berkesempatan berdiskusi langsung dengan Bima Arya, dan Han Kosal, Deputi Gubernur Kampong Cham, Kamboja.
Keduanya tidak hanya dianggap sukses menerapkan kebijakan pengendalian tembakau yang ketat di daerah masing-masing, melainkan turut sukses melibatkan generasi muda dalam proses perubahan tersebut.
Kegiatan TFYLF juga dimeriahkan dengan berbagai games edukasi bahaya rokok dari Semarku, pagelaran musik, dan kreativitas menarik lainnya yang dapat diakses gratis di TC Youth Corner.
"Kami berharap kegiatan TFYLF bisa rutin diselenggarakan dengan melibatkan berbagai komunitas muda untuk melipatgandakan pergerakan perlindungan anak, khususnya dalam pemenuhan hak kesehatan anak terbebas dari bahaya rokok," ujar Hary Krisna, tim kreatif LINKAR INISIATIF, Jaringan komunitas perlindungan anak LPAI, yang aktif mengkampanyekanRumah Tanpa Asap Rokok atau Smoke Free Homes.
Sumber: Nusabali
Berita Terkait
Berita Populer Dari Nusabali