-
Korda Honorer K2 Sebut Seleksi Sejuta PPPK Salahi Aturan UU ASN
58 menit lalu -
Mengenang Sosok Sayidiman, Mahfud MD: Guru Militer saat Saya Jadi Menhan
56 menit lalu -
Panglima TNI Tinjau Korban Gempa di RSUD Sulbar dan Serahkan Bantuan Presiden Jokowi
59 menit lalu -
Vaksinasi, Ikhtiar dari Bahaya Covid 19
52 menit lalu -
Eks Liverpool Ragukan Kelayakan Gerrard Jadi Suksesor Klopp
45 menit lalu -
Komjen Listyo Sigit Satukan Ribuan Jawara Banten Lewat Tapak Karuhun
44 menit lalu -
Captain Marvel Modern, Julukan buat Harry Maguire dari Legenda Manchester United
55 menit lalu -
1 Keluarga di Manado Tewas Tertimbun Tanah Longsor
47 menit lalu -
Bupati Romi : Rumah Warga Rusak Diterjang Gelombang Pasang Akan Direlokasi
35 menit lalu -
Messi Absen di Final Piala Super Spanyol, Rivaldo Berharap Banyak kepada Dembele
23 menit lalu -
Sempat Alami Kenaikan, Sekarang Harga Cabai dan Telur Ayam di Kota Pariaman Kembali Turun
26 menit lalu -
Rumah Klasik Mewah dan Elegan, Pemilihan Cat Sangat Menentukan
56 menit lalu
Bukan Cuma Unggul, Eropa Bahkan Takut sama Kekuatan Drone Turki dan Azerbaijan

Keberhasilan drone Turki dan Azerbaijan dalam pertempuran di Nagorno-Karabakh semakin menakutkan bagi negara-negara Eropa.
Peringatan itu diungkapkan analis senior di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri (ECFR) Gustav Gressel. Dalam analis yang ditulisnya, dia menyatakan kemenangan Azerbaijan dalam melawan Armenia di Nagorno-Karabakh memberi pelajaran penting tentang bagaimana Eropa dapat membela dirinya sendiri.
Baca Juga: Turki Ngamuk-ngamuk ke Jerman, Ternyata Kapal Kargonya Mau Digeledah Tentara...
Selama konflik 44 hari itu, Armenia dan milisinya kehilangan ribuan pasukan dan kendaraan militer.
Salah satu faktor penentu utama yang memberikan keunggulan Azerbaijan adalah drone Turki yang digunakan militer Azerbaijan.
Drone-drone tersebut memungkinkan Azerbaijan merebut kota strategis Shusha dan memaksa Armenia menyerah pada 9 November.
Wilayah yang direbut Azerbaijan pun dikembalikan pada Baku sesuai kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi Rusia.
Gressel menyatakan, "Daripada menganggap konflik itu sebagai perang kecil antara negara-negara miskin, Eropa harus menyadari ancaman yang ditimbulkan drone tempur Turki yang digunakan Azerbaijan."
Dia bahkan menilai sebagian besar tentara negara-negara Eropa akan mengalami hal yang sama menyedihkannya dengan tentara Armenia.
Selama dekade terakhir, Turki secara dramatis mengembangkan teknologi drone untuk mengatasi embargo senjata dan pembatasan yang diberlakukan padanya oleh negara-negara seperti Amerika Serikat (AS).
Pembatasan terhadap teknologi drone tersebut mendorong Turki membangun industri manufaktur drone sendiri yang menghasilkan drone Bayraktar dan Anka-S.
Drone Bayraktar TB2 khususnya telah mendatangkan malapetaka pada pasukan rezim Suriah awal tahun ini sebagai pembalasan atas pembunuhan 34 tentara Turki.
Bayraktar TB2 juga berperan membantu pemerintah Libya dalam mengalahkan serangan pasukan Khalifa Haftar di Tripoli dan memukul mundur pasukan Haftar saat musim panas.
Drone melengkapi perang elektronik saat melakukan tugas pengintaian dan pengawasan. Drone juga dapat meretas radio dan sistem komando musuh untuk mengumpulkan informasi atau menyiarkan peringatan.
Drone juga mampu mengganggu sistem pertahanan udara Rusia yang digunakan di garis depan pertempuran tersebut.
Teknologi drone dan peperangan Turki dianggap sangat efektif sehingga menteri pertahanan Inggris memujinya sebagai "perubah permainan". Seorang pakar keamanan AS menyebutnya "belum pernah terjadi sebelumnya."
"Tidak ada tentara Eropa yang memiliki sistem pertahanan udara berkemampuan sensor-fusi atau plot-fusi-resolusi tinggi untuk melindungi persenjataannya sendiri," ungkap Gressel.
Hanya Prancis dan Jerman yang memiliki pengacau anti-drone (jarak pendek) dan aset perlindungan pangkalan yang akan mampu mempertahankan dan melawan drone Turki. "Itu akan membuat mereka berpikir dan khawatir," papar Gressel.
Penulis: Redaksi
Editor: Muhammad Syahrianto
Foto: US Navy/Chad Slattery