-
Masa Depan Sepak Bola Indonesia Cerah, Kata Juan Sebastian Veron
50 menit lalu -
Resmi Meluncur, Redmi Note 12 Pro Tawarkan Kamera Mumpuni, Sebegini Harganya
47 menit lalu -
Megawati Minta Indonesia Perbanyak Alutsista Maritim Produksi Lokal
48 menit lalu -
Bali International Fashion Festival Kini Bernuansa Charity dan Culture
37 menit lalu -
Jokowi Cawe-Cawe Pemilu 2024, Ganjar Pranowo: Hak Politik Kader PDIP
19 menit lalu -
Kasihan Lihat Fabio Quartararo, Aleix Espargaro: Dia Haus Kemenangan tapi Motornya Memble
43 menit lalu -
Ungkap Target Besar Bersama Arema FC di Liga 1 2023-2024, Charles Lokolingoy: Saya Mau Kasih Banyak Gol!
16 menit lalu -
Mason Mount Segera Merapat ke Manchester United, Legenda Setan Merah Ini Malah Beri Komentar Pedas
19 menit lalu -
Meski Sedang Berjaya, Max Verstappen Tak Tertarik Pecahkan Rekor-Rekor di F1
15 menit lalu -
Sarah Azhari Pakai Dress Merah, Aura Menggodanya Tak Lekang oleh Waktu!
19 menit lalu
Deportasi Anak-Anak Ukraina ke Wilayah yang Dikuasai, PBB: Rusia Lakukan Kejahatan Perang
NEW YORK - Deportasi paksa anak-anak Ukraina oleh Rusia ke daerah-daerah yang berada di bawah kendali Moskow merupakan kejahatan perang, kata para penyelidik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Komisi Penyelidikan PBB tentang Ukraina mengatakan ada bukti pemindahan ilegal ratusan anak Ukraina ke Rusia. Laporan Komisi menyatakan bahwa Rusia juga melakukan kejahatan perang lainnya di Ukraina.
Kejahatan yang disebutkan termasuk serangan terhadap rumah sakit, penyiksaan, pemerkosaan dan pembunuhan yang disengaja.
Angka pemerintah Ukraina menyebutkan jumlah anak yang dibawa paksa ke Rusia mencapai 16.221.
Rusia telah memperkenalkan kebijakan seperti pemberian kewarganegaraan Rusia dan penempatan anak-anak dalam keluarga asuh untuk "menciptakan kerangka kerja di mana beberapa anak mungkin akan tetap tinggal secara permanen" di Rusia, catat laporan tersebut, sebagaimana dilansir BBC.
Sementara pemindahan yang seharusnya bersifat sementara "paling menjadi berkepanjangan", dengan kedua orang tua dan anak-anak menghadapi "serangkaian hambatan dalam menjalin kontak", tulis para penyelidik PBB.
Dalam beberapa kasus, orang tua atau anak-anak mengatakan kepada Komisi bahwa sekali di daerah-daerah yang dikuasai Rusia, anak-anak yang dipindahkan disuruh memakai "pakaian kotor, diteriaki, dan dipanggil-panggil". Mereka juga mengatakan bahwa "beberapa anak penyandang disabilitas tidak menerima perawatan dan pengobatan yang memadai."