-
Dikonfirmasi Pelatih Zenit St Petersburg, PSG Tertarik Boyong Malcom di Bursa Transfer Januari 2023
50 menit lalu -
Demi Ganjar Presiden 2024, Ganjaran Buruh Berjuang Banten Siap Begerilya
56 menit lalu -
Gagal Juara Indonesia Masters 2023, Chico Berhasil Pecahkan Rekor
16 menit lalu -
Pemain Asal Brasil Vitinho Resmi Dikontrak PSIS Semarang
51 menit lalu -
Tersingkir dari Piala FA, Liverpool Perpanjang Kutukan Juara Bertahan
36 menit lalu -
Newcastle United Resmi Perkenalkan Anthony Gordon sebagai Rekrutan Baru
28 menit lalu -
Hendak Pulang Setelah Bermain di Indekos Temannya, Pejabat Bank di Riau Ditemukan Tewas
16 menit lalu -
Hendak Pulang Setelah Bermain di Indekos Temannya, Pejabat Bank di Riau Ditemukan Tewas
16 menit lalu -
Sejumlah Daerah Berpotensi Diguyur Hujan Hari Ini, Berikut Lokasinya
16 menit lalu -
5 Potret Jeha Anais, Gamer Cantik yang Sering Bikin Netizen Gagal Fokus!
16 menit lalu -
Ada Aplikasi IKD untuk Warga Surabaya, Apa Itu?
13 menit lalu -
Begini Tekad Leo Rolly/Daniel Marthin Usai Juara Indonesia Masters 2023
21 menit lalu
Dukung Jokowi, Pengamat Tegas Tolak Politik Identitas Jelang Pilpres 2024

GenPI.co - Stanislaus Riyanta selaku Pengamat Intelijen dan Keamanan Universitas Indonesia (UI) mendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menolak politik identitas jelang Pilpres 2024.
Sebelumnya Jokowi pernah menegaskan bahwa politik identitas sangat berbahaya bagi Indonesia menjelang Pilpres 2024.
Hal itu membuat politisasi agama serta SARA sebaiknya dihindari. Sebab, di tengah ketidakpastian situasi ekonomi global sehingga berpotensi dapat menimbulkan bahaya yang besar.
Maka, Stanislaus mendorong supaya para elit parpol dan para calon presiden maupun calon wakil presiden melakukan deklarasi bersama, menyatakan dalam kampanyenya tidak menggunakan politisasi SARA yang berbahaya bagi kehidupan bangsa.
"Saya sepakat kalau misalnya aktor-aktor politik itu nanti berkumpul dan mengakhiri hal-hal yang bersifat negatif, termasuk istilah cebong kampret dan kadrun. Ini akan muncul terus polarisasi dengan stigma negatif, yang bahkan arahnya dehumanisasi, merendahkan martabat manusia," ujar Stanislaus dalam rilis yang diterima GenPI.co, Rabu (23/11).
"Saya rasa perlu diadakan komitmen, deklarasi bersama yang tidak menggunakan istilah-istilah yang mengarah kepada dehumanisasi. Kalau melanggar harus ada sanksi tegas," tambahnya.
Selain deklarasi dan komitmen bersama, Stanislaus juga meminta dibuatkan aturan secara tegas baik itu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun peraturan Undang-Undang yang menyangkut soal politik identitas.
Menurutnya, jika ada yang melanggar peraturan atau masih menggunakan cara-cara kampanye yang menimbulkan perpecahan, harus disanksi secara tegas dengan mendiskualifikasi pencalonannya atau dicabut hak memilih maupun hak untuk dipilih.
"Nanti kalau misalnya ada yang melakukan itu, harus disanksi, tidak boleh tidak. Kalau hanya dilarang tapi tidak ada sanksinya ya orang akan melanggar terus," lanjutnya.
Menurut Stanislaus, politik identitas sejatinya sebuah keniscayaan, tapi yang terpenting menurutnya adalah mereduksi dampak buruk seperti menimbulkan konflik dan merendahkan nilai-nilai kemanusiaan.
"Tapi yang harus direduksi jangan sampai politik identitas berdampak pada konflik massa dan jangan berdampak hingga merendahkan martabat manusia," tegasnya.(*)
Simak video menarik berikut: