-
Tangcity Music Fest 2023 Hadirkan Rizky Febian Hingga Ziva Magnolya
58 menit lalu -
Dalih Kejagung Bahwa Menkominfo Bukan tidak Diperiksa, Hanya Belum
41 menit lalu -
Elite PKB Dukung Kepala BRIN Dicopot, Sebut Masa Depan Riset Harus Diselamatkan
31 menit lalu -
Targetkan Garuda Indonesia Cs Punya 140 Pesawat, Erick Thohir: Kita Ini Negara Kepulauan
59 menit lalu -
Inflasi Januari 2023 Mencapai 0,34 Persen, Ini Penyebabnya
35 menit lalu -
Peringati Isra Mikraj, Ganjar Khusyuk Mendengarkan Ceramah Ustaz Wijayanto
21 menit lalu -
Ali Mukhni Resmi Bergabung dengan Partai Perindo
25 menit lalu -
Unggah Meme Soal Beli Keadilan, Mahfud: Saya Ndak Lelucon
25 menit lalu -
KLHK Dorong Kesejahteraan Masyarakat lewat Pengelolaan Sampah
24 menit lalu -
Nomor Telepon Kasi sampai Kepala Dinas Surabaya Bakal Dipublikasikan Demi Cegah Pungli
17 menit lalu -
NU Telah Menjadi Inspirasi Ormas Islam dalam Membangun Peradaban Baru
57 menit lalu -
Teknologi Wolbachia untuk Tangani DBD, Seperti Apa?
41 menit lalu
Kasus Obat Sirop, Pemerintah Didesak Sahkan RUU POM

GenPI.co - Kasus kematian anak akibat gagal ginjal yang diduga karena cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) pada obat sirop anak mendorong legislator daerah mendesak DPR RI dan pemerintah pusat untuk segera mengesahkan RUU POM yang sempat tertunda.
Menurut Ketua DPRD Kota Bogor Atang Trisnanto, pengawasan terhadap peredaran obat dan makanan menjadi sesuatu yang sangat krusial karena menyangkut kesehatan dan keselamatan jiwa.
"Kami di daerah berharap adanya intervensi pemerintah untuk memastikan obat maupun makanan yang beredar di tengah masyarakat memenuhi status aman, sehat, utuh, dan halal," tuturnya saat dihubungi Selasa (29/11).
Atang mengatakan bahwa kasus ini dapat dilihat dari tiga sisi. Pertama adalah tentang pengawasan yang kurang optimal dari instansi terkait yang menurutnya bukan hanya BPOM saja, tapi juga Kementerian Kesehatan maupun Kementerian Perdagangan sebagai penanggungjawab langsung terhadap impor bahan baku obat serta penjamin mutu keamanan.
"RUU POM saat ini masih belum menjadi prioritas, terbukti masih belum masuk Prolegnas. Padahal, isu keamanan obat merupakan isu yang terkait langsung dengan keselamatan dan kesehatan masyarakat," kata Atang.
Belum masuknya RUU POM sebagai prolegnas mengindikasikan bahwa obat dan makanan bukan sebagai prioritas masalah masyarakat. Untuk itu, pembahasan RUU POM ini penting untuk segera dilakukan.
Ke depan perlu dikuatkan kelembagaan yang bisa melakukan pengawasan sekaligus juga penindakan. Saat ini BPOM bertindak sebagai pengawas peredaran obat dan makanan, namun kewenangannya terbatas.
"Bahan baku berbahaya tidak boleh sama sekali digunakan untuk industri farmasi maupun industri makanan. Selain itu, lembaga ini juga (perlu) diberikan kewenangan penindakan," papar Atang.
Senada dengan itu, anggota DPRD Kota Batam Rohaizat mengatakan bahwa kasus ini sudah menjadi isu nasional dan harus menjadi perhatian para pemegang kebijakan baik di pusat maupun daerah.
Baru-baru ini BPOM Batam juga menarik 81.000 obat sirup yang mengandung cemaran tersebut dari setiap apotek dan toko obat yang ada di kota ini.
"Kami di Batam memandang bahwa kasus ini merupakan fenomena gunung es. Peristiwa ini menunjukkan betapa BPOM masih minim otoritas dalam melakukan pengawasan obat dan makanan," ujar Rohaizat.
Anggota Komisi III DPRD Kota Batam tersebut pun mendesak pemerintah pusat dan DPR RI untuk serius menggolkan RUU POM, karena semakin lama dibiarkan kasus-kasus model seperti ini akan terjadi lagi.
"BPOM harus diberikan otoritas yang lebih luas Sebagai pengawas dan regulator, harusnya BPOM juga diberi wewenang untuk melakukan penindakan hukum atas distributor dan pelaku industri farmasi yang nakal," ujarnya.
Selain itu, tambanya, BPOM juga perlu diberi wewenang dalam melakukan pengawasan terhadap jual beli obat secara online.
Menurutnya, masyarakat saat ini dengan mudah mendapatkan obat dari luar negeri, padahal obat-obat tersebut tidak memiliki izin edar dan belum melalui proses pengujian laboratorium.(*)
Lihat video seru ini: