-
Putra Lembata Raih Doktor di UGM dengan Disertasi Berjudul 'Merebut Paus di Laut Sawu'
40 menit lalu -
Kabur dan Gabung KKB Papua, TNI Akui Itu Prajurit Yonif 410
52 menit lalu -
Jelang Persib vs PSS, Sejarah Berpihak pada Maung Bandung
51 menit lalu -
Hasil Sesi Latihan Bebas 1 F1 GP Emilia Romagna 2021: Bottas Asapi Hamilton
37 menit lalu -
Tak Beli Pelatihan, 8.198 Peserta Kartu Prakerja Gelombang 14 'Dipecat'
36 menit lalu -
Tak Lagi Jadi Menristek, Bambang Brodjonegoro Jadi Kepala Badan Otorita Ibu Kota Baru?
16 menit lalu -
PNS hingga Masyarakat Dilarang Mudik, Jokowi: Saya Ngerti Semua Rindu Keluarga tapi....
55 menit lalu -
Manchester United Masih Buta Kekuatan AS Roma
29 menit lalu -
RUPST, Pemegang Saham Waskita Setuju Rencana Pendanaan Rp15,3 Triliun
18 menit lalu -
Valentino Rossi Buka Suara Usai Kekasih Bongkar Kasus Pelecehan Umbrella Girl di MotoGP
18 menit lalu -
Celine Evangelista Buka Kesempatan Berbaikan dengan Stefan William
53 menit lalu -
Jokowi Paparkan Alasan Mengapa Larang Mudik Idul Fitri
48 menit lalu
Keterwakilan Perempuan di Parlemen hanya 30 Persen, PKS: Butuh Support Partai Politik untuk Mewujudkan

JAKARTA - Angka keterwakilan perempuan Indonesia di parlemen saat ini hanya sekitar 20,5%. Bahkan, angka tersebut jauh di bawah angka keterwakilan perempuan di parlemen dari negara Filipina ataupun Timor Leste.
Melihat fakta ini, anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Netty Prasetiyani mengatakan, untuk mewujudkan keterwakilan 30% perempuan di parlemen harus membutuhkan support dari berbagai pihak salah satunya adalah partai politik.
"Pada hari ini kita butuh support system, baik dari lingkungan keluarga termasuk juga lingkungan organisasi, dalam hal ini dalam perempuan politik berarti partai politik. Tentu saja dalam scoup yang lebih luas dalam membangun ekosistem sisterhood, membangun semangat kebersamaan, semangat kolaborasi," ungkap Netty dalam Audiensi Virtual Kaukus Perempuan Politik Indonesia National Meeting, Minggu (28/2/2021).
Baca Juga: Anggota Parlemen Kenya Diusir dari Ruangan karena Membawa Bayi
Netty memiliki sudut pandang bahwa ketika berbicara perempuan di dalam kancah perpolitikan atau parlemen, keterwakilannya adalah sebuah ruang, state atau panggung. Sehingga, keterwakilan perempuan di dalam kancah perpolitikan atau keterwakilannya dalam parlemen tidak boleh kosong.
"Sudut pandang berbeda maksud saya, mungkin berangkat dari pengalaman empirik saja ya. Jadi kalau kita bicara tentang perempuan dan kepemimpinan, perempuan dan keterwakilan, saya harus mengatakan bahwa keterwakilan dan kepemimpinannya dalam sebuah ruang, sebuah state, sebuah panggung. Tentu saja ruang atau panggung ini nggak boleh kosong tapi harus diisi," tegas Netty.
Baca Juga: Pengamat: Perlu Wajah Baru di Parlemen, Perindo Punya Potensi Itu
Netty pun mengatakan bahwa perempuan juga harus mengisinya dengan sebuah atribut sosial, bukan hanya mengandalkan atribut sosial tanpa isi. "Kenapa? Karena kita nggak mungkin kita hanya bisa mengandalkan sebuah atribut sosial tanpa isi. Oleh karena itu, ketika kita bicara tentang bagaimana kepemimpinan ini maka mau nggak mau hari ini kita harus menjawabnya, mengisinya dengan konten nilai-nilai penting bagi seorang perempuan," katanya.
Netty juga meyakini bahwa politik tidak sepenuhnya berurusan dalam kekuasaan, namun juga seperangkat etika untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. "Karena saya meyakini sepenuhnya bahwa politic is not only tools to power, but it is set to etic to serve. Bahwa politik bukan cuma sekedar jalan dalam "merebut sebuah kekuasaan" tapi politik adalah seperangkat etika untuk bisa mendekatkan pelayanan kepada masyarakat," tegasnya.