-
Man City vs Aston Villa, Owen Prediksi The Citizens Bisa Tergelincir
54 menit lalu -
Red Hat Akuisisi StackRox untuk Perkuat Keamanan di Open Hybrid Cloud
53 menit lalu -
Liga Inggris: 3 Kandidat Terkuat Pengganti Frank Lampard di Chelsea, Andriy Shevchenko Terdepan
53 menit lalu -
Mario Mandzukic: Zlatan Ibrahimovic itu Binatang Buas!
54 menit lalu -
Peneliti Temukan Dinosaurus Terbesar yang Pernah Hidup
46 menit lalu -
Tak Mau Rugi, Pedagang Daging Sapi Pastikan Tetap Mogok
33 menit lalu -
Qualcomm Rilis Snapdragon 870 5G, Apa Keunggulannya?
24 menit lalu -
Georgina Rodriguez, Satu-satunya Pacar Go Public yang Dihamili Cristiano Ronaldo
53 menit lalu -
Nostalgia Hari Ini: Edy Rahmayadi Mundur dari PSSI
46 menit lalu -
Pensiun sebagai Pemain, Cristiano Ronaldo Siap Rambah Dunia Akting
45 menit lalu -
Beberapa Jenis Pekerjaan di Industri Makanan dan Otomotif Bakal Hilang
35 menit lalu -
4 Laga Seru One Championship Tahun Ini Pilihan Petarung Indonesia
53 menit lalu
Ketika Pesepakbola Profesional Indonesia Main Tarkam Supaya Dapur Tetap Ngebul

JAKARTA - Sejumlah pesepakbola profesional Indonesia seperti Saddil Ramdani (Bhayangkara Solo FC) dan Bayu Gatra (PSM Makassar) menjadi sorotan beberapa waktu belakangan. Mereka disorot karena terlihat hadir di turnamen sepakbola antarkampung atau biasa disebut Tarkam.
Ada yang melumrahkan tapi tak sedikit yang mengecam, bahkan caci maki terhadap dua pemain tersebut begitu mudahnya tertulis dalam lembaran beranda media sosial. Secara etik bermain tarkam memang tak pantas apalagi bagi seorang pemain profesional yang terikat klub.
(Saddil Ramdani saat berlatih bersama Timnas Indonesia)
Pemain profesional mendapat gaji yang pantas dari klub yang menaunginya, tentu memiliki kesepakatan-kesepakatan yang tak boleh dilanggar, seolah burung yang terjerat sangkar.
Namun, ada saja yang bisa lolos dan bermain sesuka hatinya termasuk tarkam. Untuk mengakalinya tarkam dianggap seolah wadah menjaga kebugaran. Padahal, bermain tarkam sangat rentan terkena cedera, yang tak sedikit membuat pemain harus menepi sangat lama bahkan permanen.
Faktor lapangan yang tak sesuai standar, potensi kericuhan usai pertandingan, hingga tak ada jaminan kesehatan apabila terkena cedera, mengintai para pemain setiap berlaga tarkam.
Kita pasti sepakat bahwa tarkam sangat "diharamkan" bagi para pemain profesional, tapi kita juga harus menyadari hingga batas tertentu untuk mewajarkan tarkam dalam kondisi yang tak ideal dan sangat terdesak seperti saat ini, saat liga resmi vakum terpenjara pandemi Covid-19.
Kompetisi Ditangguhkan sejak Maret 2020
Liga Indonesia saat ini memang tengah ditangguhkan akibat pandemi COVID-19 sejak Maret, saat itu kompetisi baru berjalan tiga pertandingan.
PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (selaku operator kompetisi) masih mencari formula agar kompetisi bisa bergulir di tengah pandemi. Mulanya kompetisi dijadwalkan berlanjut pada 1 Oktober. Akan tetapi, beberapa hari jelang Kickoff, PSSI harus kembali menunda karena tak mendapat izin dari kepolisian.
PSSI, PT LIB, dan seluruh perwakilan klub lantas menggelar pertemuan membahas bagaimana nasib kompetisi ini. Seluruh klub sepakat untuk tetap melanjutkan dan berharap federasi memberikan jalan terbaik.
PSSI dan PT LIB lantas menelurkan tiga opsi yakni liga digelar 1 November, apabila masih belum mendapat izin kompetisi dimundurkan sebulan. Opsi lainnya dilanjutkan pada Januari dengan format dua wilayah.
Dari seluruh opsi tersebut tak ada yang bisa dikerjakan karena tetap: polisi tak memberikan izin penyelenggaraan dengan alasan kurva penularan masih tinggi dan ada Pilkada.
Dalam rencana terbaru, PSSI dan PT LIB mewacanakan liga digelar pada Februari, tetapi pertanyaannya siapa yang bisa menjamin pandemi telah teratasi pada awal tahun depan meski mereka --bahkan pemerintah-- selalu mengagung-agungkan "penerapan protokol kesehatan yang ketat".