-
Hadapi Covid-19, Ketum MUI: Jangan Sampai Hilang Keyakinan!
57 menit lalu -
Solskjaer Punya Cara yang Tak Dimiliki Mourinho dan Van Gaal
48 menit lalu -
Ade Yasin Punya Strategi Baru Tangani Pandemi COVID-19
32 menit lalu -
Syaikhul Islam: Pengembangan Energi Surya Harus Jadi Prioritas di Indonesia
55 menit lalu -
Kisah Miliarder Sederhana Zhong Shanshan, Mantan Jurnalis Berharta Rp 1.316 Triliun
48 menit lalu -
Keluarga korban Sriwijaya Air tuntut Boeing atas dugaan ada 'kerusakan sangat fatal pesawat'
45 menit lalu -
Baru Rayakan Ulang Tahun Ke-27, Georgina Rodriguez Sudah Punya 4 Anak
36 menit lalu -
Guzzini, Sepatu Buatan Lokal Berkualitas, Harga Miring Tak Bikin Kantong Kering
40 menit lalu -
Penerapan Circular Economy Bisa Tekan Impor Bahan Baku
56 menit lalu -
IPK Indonesia 2020 Turun, Komentar Bivitri Langsung Menghantam Banyak Pihak
47 menit lalu -
Pengusaha Hotel Ungkap Tantangan Pengembangan 5 Destinasi Super Prioritas
43 menit lalu -
Dua Petenis Rusia Dihukum Seumur Hidup Akibat Match Fixing
42 menit lalu
Kontras Dorong Langkah Konkret Sikapi Peristiwa Paniai

JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) merekomendasikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melakukan langkah konkret hasil penyelidikan Komnas HAM terkait peristiwa Paniai. Jokowi juga direkomendasikan untuk lekas melakukan penyidikan melalui Kejaksaan Agung.
"Segera melakukan langkah konkret terhadap hasil penyelidikan Komnas HAM terkait Peristiwa Paniai dan menggunakan otoritasnya untuk juga mengistruksikan kepada Jaksa Agung agar segera melakukan penyidikan," ujar Koordinator Kontras, Yati Andriani, melalui keterangan tertulisnya, Senin (17/2).
Ia mengatakan, hasil penyelidikan Komnas HAM untuk kasus Paniai bisa menjadi langkah awal untuk menyembuhkan luka yang terjadi di Papua. Lebih luas lagi, penetapan status itu bisa dimaknai sebagai awal untuk mencegah tindakan pelanggaran HAM dan kekerasan aparat keamanan di Papua terhadap masyarakat sipil di masa mendatang.
"Presiden harus segera menginisiasi dialog yang konstruktif antara pemerintah dengan masyarakat Papua, dan menghentikan semua jenis penyelesaian konflik di Papua melalui pendekatan keamanan dan militeristik," jelas Yati.
Yati juga menuturkan, Kejaksaan Agung harus segera memulai proses penyidikan dugaan pelanggaran HAM berat Paniai sesuai dengan hasil penyelidikan Komnas HAM. Tidak adanya komunikasi dan persamaan perspektif antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung akan memperlambat proses keadilan bagi para korban dan keluarganya.
"Berkaca dari pengalaman upaya penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelumnya yang mengalami stagnansi," kata dia.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah mengirim berkas penyelidikan pelanggaran HAM berat peristiwa Paniai ke Jaksa Agung. Berkas tersebut telah dikirim pada Selasa (11/2) lalu.
"Berkas penyelidikan telah dikirim kepada Jaksa Agung atau penyidik pada tanggal 11 Februari 2020 sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," ujar Komisioner Komnas HAM, Sandrayati Moniaga, melalui keterangan tertulis, Ahad (16/2).
Sandrayati mengatakan, Komnas HAM berharap kasus yang terjadi pada 7-8 Desember 2014 itu dapat segera berproses ke pengadilan. Menurut dia, korban dan masyarakat Papua secara umum berharap pengadilan tersebut dapat benar-benar mendatangkan keadilan.
"Kami berharap segera ada proses sampai ke Pengadilan, harapan besar dari korban dan masyarakat Papua secara umum agar kasus ini dapat mendatangkan keadilan," kata dia.
Sebelumnya, Komnas HAM memutuskan peristiwa Paniai 7-8 Desember 2014 sebagai peristiwa pelanggaran HAM berat. Hal itu diputuskan melalui Sidang Paripurna Khusus Komnas HAM.
"Setelah melakukan pembahasan mendalam di sidang paripurna peristiwa Paniai pada 7-8 Desember 2014, secara aklamasi kami putuskan sebagai peristiwa pelangaran HAM berat," ujar Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, melalui keterangan pers, Ahad (16/2).
Ia menjelaskan, pada tanggal tersebut terjadi peristiwa kekerasan terhadap penduduk sipil yang mengakibatkan empat orang berusia 17-18 tahun meninggal dunia akibat luka tembak dan luka tusuk. Pada kejadian yang sama terdapat 21 orang yang mengalami luka penganiayaan.
"Peristiwa ini tidak lepas dari status Paniai sebagai daerah rawan dan adanya kebijakan atas penanganan daerah rawan tersebut," kata dia.
Keputusan paripurna khusus itu berdasarkan hasil penyelidikan oleh tim ad hoc penyelidikan pelanggaran berat HAM peristiwa Paniai. Tim tersebut bekerja selama lima thaun dari 2015 hingga 2020. Tim tersebut diketuai komisioner Komnas HAM, Choirul Anam.
Berita Terkait
- Moeldoko Bantah Peristiwa Paniai Masuk Pelanggaran HAM Berat
- Berkas Penyelidikan Paniai Sudah Dikirim Awal Pekan Lalu
- Komnas HAM: Peristiwa Paniai Pelanggaran HAM Berat
- Thailand Temukan Enam Kasus Baru Virus Corona
- Arena Bermain di IBF 2020 Bisa Tampung 400 Anak