-
Smash Mohammad Ahsan Bikin Babak Belur Inggris, Herry Ip: Edan!
57 menit lalu -
121 Warga Lereng Gunung Merapi Tinggalkan Pegungsian
58 menit lalu -
Seni Membuat Si Dia Kangen Setengah Mati denganmu
42 menit lalu -
Chelsea Resmi Lepaskan Fikayo Tomori ke AC Milan dengan Status Pinjaman
30 menit lalu -
In Picture: Singapura Dorong Indonesia Percepat Implementasi 5G
16 menit lalu -
Posisi Kabareskrim Kosong, Penanganan Hukum Bagaimana?
27 menit lalu -
Model Seksi Manuela Ferrera Bocorkan Higuain Suka Perempuan Nakal
14 menit lalu -
Pejabat Korea Selatan Tak Sabar dengan Kedatangan Asnawi Mangkualam
16 menit lalu -
Takdirnya Istimewa, 3 Zodiak Bakal Punya Materi Melimpah
12 menit lalu -
Orang Indonesia Perlu Lebih Banyak Konsumsi Tablet Tambah Darah
26 menit lalu -
Tembus Semifinal, Greysia/Apriyani Tatap Optimis Laga Kontra Ganda Korsel
6 menit lalu
Krisis Bunuh Diri Wanita Naik 83% di Jepang

JEPANG - Krisis bunuh diri semakin memburuk di Jepang. Ini terlihat dari semakin banyaknya orang yang mengakhiri hidupnya pada Oktober lalu daripada orang yang meninggal akibat Covid-19 selama setahun penuh di Jepang.
Negara yang memiliki angka bunuh diri tertinggi di dunia ini, mencatat 2.153 insiden pada Oktober lalu. Angka ini terus meningkat selama empat bulan berturut-turut.
"Kami bahkan tidak melakukan lockdown, dan dampak Covid sangat minim dibandingkan dengan negara lain. Tetapi kami masih melihat peningkatan besar dalam jumlah kasus bunuh diri," terang Profesor di Universitas Waseda di Tokyo, Michiko Ueda, kepada CNN.
"Itu menunjukkan negara lain mungkin melihat peningkatan serupa atau bahkan lebih besar dalam jumlah kasus bunuh diri di masa depan," lanjutnya.
Angka bunuh diri ini diketahui lebih banyak terjadi di kalangan wanita, dengan peningkatan hampir 83% dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya. Sebagai perbandingan, kasus bunuh diri pria meningkat hampir 22% dalam periode waktu yang sama.
Meningkatnya angka ini diperkirakan karena semakin banyaknya tekanan yang dihadapi wanita. Terutama mereka yang bekerja sektor perhotelan dan ritel yang harus menghadapi pemutusan hubungan kerja.
Selain masalah pekerjaan, mereka juga berisiko lebih besar mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) karena menghabiskan lebih banyak waktu di dalam ruangan.
Wanita juga dianggap merasakan kecemasan yang terus meningkat tentang kesehatan dan kesejahteraan anak-anak mereka di tengah pandemi. Penutupan sekolah di musim semi pun menyebabkan peningkatan tanggung jawab pengasuhan anak.
Menurut studi global yang dilakukan Care International, wanita telah menunjukkan sumber stres utama bagi wanita adalah melonjaknya beban perawatan yang tidak dibayar. Lalu kekhawatiran tentang mata pencaharian, makanan, dan perawatan kesehatan.
Jepang diketahui terus menurunkan tingkat bunuh diri. Tahun lalu, Jepang mencatat 20.000 kematian akibat bunuh diri, angka ini terendah sejak pencatatan angka bunuh diri dimulai pada 1978.
Ini terjadi ketika para pejabat Jepang telah memperingatkan gelombang ketiga infeksi virus korona dalam beberapa pekan terakhir ketika negara itu memasuki bulan-bulan musim dingin.
Hingga Jumat 27/11), Jepang telah mencatat total 2.087 kematian akibat virus korona. Pada Sabtu (28/11), Kementerian Kesehatan mencatat jumlah orang yang dirawat di rumah sakit dalam kondisi serius karena Covid-19 mencapai rekor 440 orang di Jepang.
Menurut penghitungan media lokal, kasus baru yang dilaporkan secara nasional mencapai lebih dari 2.600 orang.
Di Tokyo, kasus harian mencapai total lebih dari 500 baru-baru ini. Angka ini meningkatkan kewaspadaan karena jumlahnya telah mencapai sekitar setengahnya selama beberapa bulan terakhir.
Jepang juga diketahui tidak pernah memberlakukan "lockdown". Di sana, restoran dan bar secara berkala tutup lebih awal, termasuk di Tokyo yang dimulai pada Sabtu (28/11) lalu.