-
Puluhan Pohon Tumbang, 3 Desa di Cianjur Terasing
42 menit lalu -
Pemerintah Cuma Prioritaskan Vaksin buat Timnas Indonesia, Bukan Liga 1
48 menit lalu -
Tim DVI Kembali Identifikasi 5 Jenazah Korban Sriwijaya Air SJ-182
50 menit lalu -
Vaksinasi Perdana di Pessel, Bupati dan Kapolres Tidak Ikut Divaksin Hari Ini
27 menit lalu -
Stefano Pioli Mulai Terbiasa Skuat AC Milan Tidak Komplet
35 menit lalu -
Diperiksa KPK, Gubernur Bengkulu Dicecar soal Kewenangan Perizinan Ekspor Benur
30 menit lalu -
Suap Fatwa MA Djoko Tjandra, Eks Politikus Nasdem Andi Irfan Jaya Divonis 6 Tahun Penjara
20 menit lalu -
Kenapa Sejumlah Korban Banjir Kalsel Memilih Mengungsi di Tenda Terpal?
30 menit lalu -
Perhatian! Gempa Bakal Guncang Kantor Kemenkumham Rabu Ini
26 menit lalu -
Empat Faktor Penyebab Kasus Covid-19 di Jakarta Masih Tinggi
58 menit lalu -
Pelantikan Biden: Bagaimana proses peralihan kekuasaan di Gedung Putih?
44 menit lalu -
Pemerintah Bakal Gandeng Unilever Distribusikan Vaksin Covid-19
41 menit lalu
Mengapa Ada Orang yang Tampak Kebal Covid-19?

JAKARTA -- Meski belum pernah terinfeksi, sebagian orang tampak memiliki antibodi yang dapat bereaksi terhadap virus corona SARS-CoV-2. Antibodi ini dinilai dapat memberikan sebagian perlindungan dari penularan Covid-19.
Antibodi tersebut dikenal sebagai antibodi cross-reactive. Reaktivitas silang antibodi ini tampak dimiliki oleh orang-orang yang kerap terkena pilek akibat paparan virus corona jenis lain yang cukup umum ditemukan.
Secara umum, virus corona menggunakan spike (duri) proteinnya untuk menempel dan menginfeksi sel. Duri ini terdiri dari dua bagian atau subunit yang memiliki tugas berbeda.
Subunit S1 memungkinkan virus corona untuk menempel pada sel. Subunit ini relatif berbeda di antara beragam virus corona. Sedangkan subunit S2 memungkinkan virus corona untuk masuk ke dalam sel.
"(Subunit S2) di antara virus corona penyebab pilek dan SARS-CoV-2 ini tampak cukup mirip bagi sebagian antibodi," jelas peneliti senior dan ketua peneliti dari Retroviral Immunology Laboratory Prof George Kassiotis, seperti dilansir Medical News Today.
Oleh karena itu, Prof Kassiotis berusaha mengetahui keberadaan antibodi cross-reactive pada sampel darah orang dewasa dan anak-anak. Sampel darah ini diambil dari darah yang didonorkan pada Mei 2018, sebelum pandemi Covid-19 terjadi. Dengan begitu, bisa dipastikan bahwa sampel-sampel darah yang digunakan berasal dari orang-orang yang tidak pernah terkena Covid-19.
Dari 302 sampel darah orang dewasa, hanya 16 yang memiliki antibodi cross-reactive terhadap SARS-CoV-2. Tim peneliti menilai jumlah yang rendah ini berkaitan dengan frekuensi infeksi virus corona penyebab pilek yang lebih rendah pada orang dewasa.
Sebaliknya, anak kecil dan remaja cenderung lebih sering terkena pilek dibandingkan oleh orang dewasa. Saat memeriksa sampel darah anak, tim peneliti mendapati ada 21 dari 48 sampel darah yang memiliki antibodi cross-reactive terhadap SARS-CoV-2.
"Temuan kami menunjukkan bahwa anak-anak memiliki kemungkinan lebih besar untuk memiliki antibodi cross-reactive ini dibandingkan orang dewasa," timpal salah satu peneliti Kevin Ng.
Tentu penelitian lebih jauh dibutuhkan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik. Akan tetapi, Ng menilai temuan ini dapat memberikan sedikit penjelasan mengapa anak-anak lebih jarang terkena Covid-19 bergejala berat.
"Namun, belum ditemukan buki bahwa antibodi (cross-reactive) ini dapat mencegah infeksi atau penyebaran SARS-CoV-2," ungkap Ng.
- Tanpa Penonton, Rossa Tetap Heboh di Panggung
- Wisata Pacu Kuda di NTT Dipusatkan di Babau
- RSKI Pulau Galang Rawat 330 Pasien Covid-19
- Mengapa Ada Orang yang Tampak Kebal Covid-19?
- Pemerintah Diminta Utamakan Kesehatan Jamaah Umrah