-
KPK Perpanjangan Masa Penahanan Edhy Prabowo
53 menit lalu -
Leo Saputra Sakit, Persija Jakarta Kirim Doa
57 menit lalu -
Dapat Restu, Cristiano Ronaldo dan Georgina Rodriguez Tinggal Nikah
43 menit lalu -
Sriwijaya Air Pastikan Penuhi Hak Ahli Waris Korban SJ-182
59 menit lalu -
Trauma Sang Anak Kandung yang Diperkosa Ayahnya Sendiri
44 menit lalu -
Pantauan BI: Harga Daging Naik Picu Inflasi Januari
59 menit lalu -
George Weah Sebut Cristiano Ronaldo Bukan Pemain Terbaik di Dunia
51 menit lalu -
Gus AMI Kirim Dokter dan Obat-obatan Untuk Korban Gempa Sulbar
57 menit lalu -
BRI Jalankan Regenerasi dengan Baik karena Berani Angkat Direksi Kalangan Milenial
56 menit lalu -
Kiper Eibar Ungkap Alasannya Jadi Eksekutor Penalti Lawan Jan Oblak
49 menit lalu -
Erick Thohir Angkat Politisi PDIP Jadi Komisaris Independen PTPN V
29 menit lalu -
Menanti Gebrakan Direktur Milenial BRI
55 menit lalu
Menkominfo: Pemblokiran Hoaks Jangan Diartikan Antidemokrasi

JAKARTA -- Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengatakan pemblokiran hoaks dan penurunan (take down) konten tertentu di ruang digital oleh Kemenkominfo jangan diartikan sebagai perilaku anti-demokrasi. "Tugas itu adalah mandat demokrasi untuk menjaga ruang digital yang bersih," kata Johnny dalam Rapat Kerja Nasional X Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia secara virtual di Jakarta, Senin (23/11).
Johnny menilai ruang digital harus bersih dari hoaks agar tidak menciptakan kegaduhan yang kerap muncul di era pascakebenaran (post-truth era) seperti sekarang. Dia menambahkan, pada era sekarang, informasi yang tidak benar (hoaks) dalam ruang digital dapat menyebabkan ujaran kebencian (hate speech) apabila dibiarkan tanpa adanya konfirmasi dari pihak yang berwenang.
Karena itu, Kemenkominfo memberi label bagi informasi hoaks, misinformasi, malinformasi ataupun disinformasi. Kemenkominfo juga bertugas memblokir konten-konten berisi ujaran kebencian (hate speech) agar tidak menyebabkan permusuhan.
"Nah ini hal-hal kotor yang harus dibersihkan dari ruang digital. Kementerian Kominfo ditugaskan oleh Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) untuk memastikan ruang digital bersih. Namun, jangan dihadapkan dengan demokrasi, seolah-olah Kominfo antidemokrasi," tutur Johnny.
Johnny mengatakan Indonesia sudah tidak bisa balik lagi ke era otoritarian, karena pemerintah sudah berada pada titik yang hanya dapat melihat ke depan. Pemerintah, kata dia, terus berupaya meningkatkan kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat agar lebih bertanggung jawab.
Pemerintah juga berupaya meningkatkan kualitas kebebasan pers agar lebih bermanfaat. "Sebagai contoh, kebebasan pers dulu berada di bawah Departemen Penerangan. Saat ini pers sudah ada Dewan Pers sendiri. Penyiaran sudah ada Komisi Penyiaran, dan seterusnya, yang tidak langsung dikelola di bawah Kementerian tapi ada lembaga-lembaga yang mengatur," ujar Johnny.
Selain itu, Johnny mengatakan ada banyak lembaga quasi (The Quasi Government) yang dibentuk di era reformasi saat ini untuk memastikan agar demokrasi tidak berjalan mundur sehingga menjadi otoritarian lagi. Menurut Johnny, demokrasi tidak dapat bertumbuh bila ruang digital beroperasi secara tidak sehat.
Karena operasi ruang digital yang tidak sehat tadi hanya akan mendorong demokrasi jatuh pada masa kegelapan. "Indonesia membutuhkan demokrasi yang cemerlang dan terang-benderang. Karena itu, Indonesia secara kolaboratif ekosistemnya, untuk menjaga agar ruang digital kita senantiasa bersih," kata Johnny menegaskan.
Berita Terkait
- Puspeka: Hoaks Jadi Tantangan Saat Ini
- MPR : Tingkatkan Kemampuan Atasi Berita Hoaks
- Kadisnakertrans Jatim Pastikan UMK Belum Ditentukan
- Webinar Mushida Kupas Pendidikan Tinggi Kepengasuhan Putri
- Menkominfo: Pemblokiran Hoaks Jangan Diartikan Antidemokrasi