-
Tengok Georgina Rodriguez saat Bermain Bulu Tangkis
46 menit lalu -
Lama tak Muncul, Publik Penasaran Kabar Ibu Negara
56 menit lalu -
Innalillahi, Legenda TNI Sayidiman Suryohadiprodjo Wafat
47 menit lalu -
Meningkat Tajam, Kasus Positif COVID-19 Indonesia Bertambah 14.224 Orang
47 menit lalu -
Sempat Terputus, Jalur Darat Majene-Mamuju Kembali Pulih
38 menit lalu -
Klasemen Liga Italia : Inter Milan Bentrok dengan Juventus, Kans AC Milan Menjauh
58 menit lalu -
Menanti BLT Gaji 2021, Netizen Malah Galau
50 menit lalu -
Beberapa Tes Kesehatan yang Harus Dijalankan Sebelum Menikah
43 menit lalu -
Cara KKP Hadirkan Ikan untuk Warga yang Jauh dari Laut
58 menit lalu -
Prediksi: Napoli vs Fiorentina
49 menit lalu -
Dalam Hal Olahraga, Georgina Rodriguez Akui Tak Mampu Imbangi Cristiano Ronaldo
28 menit lalu -
Contek Abu Dhabi, RI Bangun Taman Panel Surya di Indonesia Timur
25 menit lalu
Menlu Turki Ungkap Tren Peningkatan Islamofobia

ANKARA -- Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, menyatakan 2020 menjadi tahun yang menunjukan peningkatan Islamofobia, Jumat (27/11). Dunia tidak hanya berhadapan dengan pandemi virus corona, tetapi tren terhadap wacana Islamofobia, rasisme, dan anti-migran, terutama di Eropa.
Cavusoglu mengatakan pada sesi ke-47 Dewan Menteri Luar Negeri Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di ibu kota Niger, Niamey, bahwa Eropa kekurangan pemimpin visioner, karena beberapa dari mereka bahkan berani mereformasi Islam. Dia menunjukkan bahwa perdamaian dan kesejahteraan jutaan Muslim di Barat terancam di bawah kedok kontra-terorisme.
Salah satu kasus yang Cavusoglu sorot adalah penangkapan anak-anak oleh polisi Prancis. Mereka ditahan selama lebih dari 11 jam di Albertville, Prancis, atas tuduhan palsu karena tuduhan terorisme.
"Kita harus sadar akan retorika dan tindakan berbahaya ini dan kita harus mengirimkan pesan yang jelas mengenai garis merah kita," ujar Cavusoglu dikutip dari Anadolu Agency.
Meski para Migran dan Muslim mendapatkan tekanan lebih keras di Barat, banyak yang justru memberikan kontribusi. "Namun, para migran dan Muslim terus memberikan kontribusi kepada komunitas mereka. Contoh terbaru adalah pengembangan vaksin Covid-19 oleh dua orang Turki yang tinggal di Jerman," kata Cavusoglu mengacu pada ilmuwan Ugur Sahin dan Ozlem Tureci.
Mereka menarik perhatian dunia pada November setelah perusahaan BioNTech, bekerja sama dengan raksasa farmasi AS Pfizer. Perusahan tersebut mengumumkan tingkat keberhasilan 90 persen dalam vaksin Covid-19.
Selain masalah Islamofobia, Cavusoglu pun memberikan fokus terhadap proses normalisasi hubungan Israel. Dia menekankan bahwa keputusan Israel untuk menangguhkan rencana aneksasi adalah tipuan.
"Ekspansi permukiman sudah mencapai tingkat tertinggi. Tujuan mereka jelas membuat negara Palestina merdeka, berdaulat, dan berkelanjutan secara fisik mustahil," kata Cavusoglu.
Cavusoglu memperhatikan bahwa ada kesalahpahaman yang berkembang bahwa masalah Palestina kehilangan tempat sentralnya di mata negara-negara OKI. Dia memperingatkan bahwa musuh-musuh perjuangan Palestina dapat memanfaatkannya jika negara-negara anggota tidak memperkuat persatuan.
"Jika kita tidak bisa bersatu karena alasan yang menjadi fondasi organisasi ini, bagaimana kita bisa mempertahankan persatuan umat [atau komunitas Muslim] yang akan menganggap serius kata-kata kita?" ujar Cavusoglu.
- Polisi London Buru Pelaku Pelecehan Ibu dan Anak Muslim
- Seks Pranikah, Menteri Denmark Picu Kemarahan Muslim
- Pengajuan Bebas Bersyarat Pembunuh Masjid Quebec Dikurangi
- Main Hape di Toilet? Dokter Memperingatkan Risiko Wasir
- Adidas Gandeng Bank JPMorgan Untuk Jual Reebok yang Terus Merugi