-
Mesut Ozil Bakal Selalu Dirindukan Arsenal
45 menit lalu -
Bayer Leverkusen Tumbangkan Borussia Dortmund 2-1
38 menit lalu -
Jadwal M2 World Championship Hari Ketiga: Kesempatan Alter Ego
51 menit lalu -
Program Bimbel Rumah Zakat Didukung Warga
57 menit lalu -
Prabowo Disebut Kandidat Kuat di Pilpres 2024, Incar Basis Pendukung Jokowi?
46 menit lalu -
Pemilik Medali Emas Olimpiade 2016 Cabor Angkat Besi Terbukti Konsumsi Doping
45 menit lalu -
Kemenkes Siapkan Rumah Sakit Kapal dan Puskesmas Tangani Korban Gempa Sulbar
56 menit lalu -
Leverkusen vs Dortmund: Aksi Florian Wirtz Bawa Tuan Rumah Menang
36 menit lalu -
Soal Vaksinasi di Daerah Bencana, Satgas : Pemerintah Fokus Penangnan Bencana
35 menit lalu -
'Kenaikan Kasus Sembuh tak Sepadan dengan Kasus Meninggal'
21 menit lalu -
Swiss Desak Pemilih Tolak Larangan Burqa dan Cadar
21 menit lalu -
Masyarakat Berharap Vaksin Covid-19 Bisa Dirasakan Semua Kalangan
36 menit lalu
Pakar: Peta Zona Risiko Jangan Sampai Bias

BANJARMASIN -- Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan Covid-19 Hidayatullah Muttaqin mengatakan, peta zona risiko Covid-19 tak boleh sampai bias. Ia tak ingin peta tersebut malah tidak menggambarkan situasi pandemi mendekati kondisi riil.
"Tanpa dukungan jumlah testing yang memadai, maka peta zonasi risiko tidak dapat menggambarkan situasi pandemi," ujar Muttaqin di Banjarmasin, Ahad.
Menurut Muttaqin, keberadaan peta yang menggambarkan kondisi dan situasi pandemi sangat penting bagi pusat dan daerah dalam rangka monitoring dan evaluasi. Peta zonasi juga penting karena mudah dipahami masyarakat umum dengan melihat warnanya. Hanya saja, persoalan utama dalam penggambaran kondisi pandemi di tiap-tiap daerah adalah lemahnya testing Covid-19.
Menurut standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ungkap Muttaqin, jumlah sampel tes PCR yang harus diambil adalah satu per seribu penduduk (1/1.000) setiap pekannya. Sementara pada tingkat nasional pada pekan IV Oktober baru mencapai 63 persen dari standar WHO.
Pada pekan I dan II November jumlah tes sebanyak 67 persen dan 86 persen dari standar. Muttaqin menyebut, permasalahannya adalah jumlah tes PCR nasional tersebut tidak merata di setiap daerah.
Misalnya, pada pekan II November, dari 233 ribu orang yang dites sebanyak 74 ribu di antaranya adalah penduduk Jakarta. Bahkan, secara kumulatif dari hampir 3,5 juta orang yang sudah menjalani tes PCR sebanyak 43 persen disumbangkan oleh provinsi DKI Jakarta.
Banyak daerah di Indonesia mengalami penurunan angka testing sejak bulan Agustus hingga saat ini. Parahnya, penurunan tes PCR tersebut terjadi di tengah peningkatan kapasitas laboratorium.
"Ada indikasi penurunan tes PCR terkait momen pilkada. Akibatnya, tentu saja laju tambahan kasus baru di daerah tersebut cenderung menurun sehingga peta zonasi risiko dapat menjadi bias," katanya.
Muttaqin mengatakan, untuk penurunan kasus baru dan pengendalian pandemi, diperlukan peningkatan tes PCR terhadap penduduk hingga memenuhi syarat WHO dan dilakukan secara konsisten. Ia menyebut, memang pada tahap awal langkah ini berpotensi mendorong lonjakan kasus karena menyebabkan semakin banyaknya penduduk yang terdeteksi terinfeksi.
Namun, dengan data yang semakin valid, peta zonasi risiko lebih mendekati kondisi riil. Dengan begitu, peta zonasi akan bisa diandalkan dalam kebijakan memangkas angka pertumbuhan kasus baru ke depannya.
- Kasus Covid-19 Pakistan Melonjak Tajam
- Kapolres Jakpus: Kami tidak akan Paksa HRS untuk Swab Test
- G20 Janjikan Proses Distribusi Vaksin Covid-19 Adil
- Pejabat Australia Janjikan Kejahatan Perang tak Terulang
- Gubernur Aceh Resmikan Masjid Jami Nurul Hasanah