-
Juventus vs Spezia, Pergantian Pemain Jadi Kunci Kemenangan
42 menit lalu -
Daftar Top Skor Liga Italia: Pelan-Pelan Cristiano Ronaldo Jauhi Lukaku
50 menit lalu -
Dorna Sport segera Cek Kesiapan Akhir Sirkuit Mandalika Gelar MotoGP
47 menit lalu -
Perhatikan! 5 Kesalahan Terbesar saat Bikin Resume Lamaran Kerja
32 menit lalu -
DKI Berencana Lepas Saham PT Delta Djakarta, Ketua DPRD: Ada Apa Menggebu-Gebu Mau Jual
56 menit lalu -
Ladeni Persikabo dan Bali United, Ini Jadwal Laga Uji Coba Timnas Indonesia Proyeksi SEA Games 2021
47 menit lalu -
Ada 1,3 Juta Lowongan CPNS dan PPPK, Ini Bocorannya
50 menit lalu -
Pria Bersenjata Bunuh 3 Pekerja Media Perempuan
23 menit lalu -
Ada 159 Kasus Korupsi di Kementerian BUMN, 53 Pejabat Terlibat
56 menit lalu -
Satgas Madago Raya Amankan Amunisi dan Bahan Makanan Milik Teroris MIT
50 menit lalu -
Pemkab Sampang akan Sanksi ASN yang Menolak Divaksin
37 menit lalu -
Performa Valentino Rossi Akan Dievaluasi Usai 7 Balapan
45 menit lalu
Pelarangan Eks HTI dalam Pemilu Perlu Dikaji Mendalam

JAKARTA -- Anggota DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid menilai, mantan anggota organisasi terlarang seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) memang perlu menerima sanksi. Namun dalam menghilangkan hak politiknya, hal tersebut perlu dikaji mendalam terlebih dahulu.
"Perlu pertimbangan yang matang untuk menghilangkan hak politik warga negara," singkat Jazilul saat dikonfirmasi, Rabu (27/1).
Menurutnya, hak untuk mencalonkan diri dalam pemilihan legislatif, presiden, atau kepala daerah, sudah cukup benar. Mengingat HTI merupakan organisasi yang pernah menyatakan ingin mengganti ideologi Pancasila.
Namun, melarangnya untuk memilih diperlukan kajian yang lebih dalam dan aturan yang jelas. "Mereka bisa diberikan hak untuk memilih, namun hak untuk dipilih sementara dicabut," ujar Jazilul.
Tak terkait dengan pelarangan mantan anggota HTI, anggota DPR Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menyatakan bahwa revisi UU Pemilu tidak begitu genting. Undang-undang yang ada saat ini dinilai masih relevan untuk pelaksanaan beberapa pemilu ke depan.
"PPP sudah menyampaikan sikap, baik ketua umum maupun ketua fraksi, pilihan pertama PPP itu tidak merevisi undang-undang Pemilu," ujar Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (27/1).
UU Pemilu, kata Arsul, harus dirancang untuk jangka panjang. Sedangkan jika kembali direvisi, hal tersebut akan melenceng dari tujuannya.
"Ketika kita bikin Undang-Undang Pemilu yang sekarang disebut kitab Undang-undang Pemilu itu memang didesain untuk jangka panjang," ujar Arsul.
Dalam draf RUU Pemilu, aturan mengenai larangan mantan anggota HTI ikut Pilpres, Pileg, dan Pilkada tertuang dalam Buku Ketiga Penyelenggaraan Pemilu, BAB I Peserta Pemilu Bagian Kesatu Persyaratan Pencalonan. Pasal 182 ayat 2 (ii) menyebutkan bahwa calon Presiden, Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, Gubernur, Wakil Gubernur, Anggota DPRD Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati/ Wali Kota dan Wakil Wali Kota serta Anggota DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G3OS/PKI.
Lalu dalam Pasal 182 ayat 2 (jj) menyebutkan bahwa calon Presiden, Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, Gubernur, Wakil Gubernur, Anggota DPRD Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati/ Wali Kota dan Wakil Wali Kota serta Anggota DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan bukan bekas anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Berita Terkait
- RUU Pemilu: Eks HTI Dilarang Ikut Pemilu, FPI Masih Boleh
- Protes Draf RUU Pemilu, PKS: HTI Beda dengan PKI
- Eks HTI Dilarang Ikut Pilpres dan Pileg Dianggap Berlebihan
- 3 Sunnah Cuci Tangan yang Kerap Dilakukan Rasulullah SAW
- Harga Khusus, PGN Lapor tak Semua Industri Serap Alokasi