-
Ridwan Kamil Intruksikan Agro Jabar Genjot Produksi Jagung
58 menit lalu -
Dunia Dilanda Pandemi Covid-19, Jarum Jam Kiamat Tak Bergerak pada 2021
56 menit lalu -
Telegram Kini Bisa Memindahkan Riwayat Obrolan dari WhatsApp
52 menit lalu -
Vaksin Lemah Bisa Picu Munculnya Mutasi Virus Berbahaya
59 menit lalu -
Anggota Lintas Ganja Nusantara Ditangkap karena Edarkan Narkotika, Begini Modusnya
32 menit lalu -
Bank Syariah Indonesia Siapkan Pembiayaan Rp272 Triliun pada 2025
48 menit lalu -
Ridwan Kamil: Benih Unggul Tingkatkan Produksi Jagung Jabar
50 menit lalu -
Liga 1: Bhayangkara Solo FC Terbuka Lepas Saddil Ramdani ke Sabah FC, Semua Tergantung Negosiasi
46 menit lalu -
Sakit Tenggorokan Jadi Gejala Umum Varian Baru Covid-19
36 menit lalu -
Kemnaker Gandeng Toba Tenun Sejahtera Berdayakan Perajin Ulos di Sumut
57 menit lalu -
KPK: Bencana Kerap Jadi Bancakan Korupsi
54 menit lalu -
Sore Ini Kapolri Bertandang ke PBNU, Ada Apa?
43 menit lalu
Pengangguran Jadi 9,7 Juta Orang, Pekerja Informal Bertambah

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, jumlah pengangguran di Indonesia bertambah sebanyak 2,67 juta orang akibat pandemi Covid-19. Totalnya, jumlah pengangguran naik dari 7,1 juta orang menjadi 9,77 juta orang atau dari 5,23 persen ke 7,07 persen.
"Tingkat pengangguran ini, kalau kita lihat tambahan pengangguran akibat adanya Covid-19 adalah 2,67 juta orang," kata Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Senin (23/11).
Sri Mulyani menuturkan, selama periode Agustus 2019 hingga Agustus 2020 juga terdapat tambahan angkatan kerja baru yaitu 2,36 juta orang, serta penurunan lapangan kerja yang diciptakan oleh Covid-19 adalah 0,31 juta. Ia memerinci, dari 29,12 juta angkatan kerja yang terdampak Covid-19 sebanyak 2,56 juta orang merupakan pengangguran, 0,7 juta orang itu bukan angkatan kerja, 1,77 juta orang sementara tidak bekerja, dan 24 juta orang bekerja namun dengan jam yang lebih rendah.
"Jadi tentu ini akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan mereka. Ini tantangan yang harus kita selesaikan," tegas Sri Mulyani.
Sri menjelaskan, jumlah pengangguran yang bertambah berimplikasi pada berkurangnya tingkat kesejahteraan masyarakat yang sebetulnya mencapai 10,69 persen. Namun, dengan adanya bansos maka berkurang menjadi 9,69 persen.
"Adanya perlindungan sosial maka kita bisa menurunkan dampak buruk dari yang seharusnya 10,96 persen menjadi 9,69 persen. Ini lebih rendah 1,5 persen. Itu suatu angka yang cukup signifikan," kata Sri Mulyani.
Tak hanya itu, ia menyebutkan tingkat kesejahteraan yang menurun juga tercermin dari banyaknya masyarakat yang saat ini beralih dari sektor formal ke informal. Yaitu, dari 44,12 persen turun ke 39,53 persen.
"Mereka kemudian menjadi pekerja di sektor informal sehingga pekerja di sektor informal naik dari 55,8 persen menjadi 60,4 persen," jelas Sri Mulyani.
In Picture: Kasus Positif Covid-19 di Bandung Terus Meningkat
Meski jumlah pengangguran meningkat, Sri Mulyani menyatakan, penyaluran berbagai bantuan pemerintah melalui Program Perlindungan Sosial dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) telah mampu menyelamatkan 3,43 juta orang keluar dari kemiskinan.
"Program-program yang dilakukan pemerintah cukup memberikan bantuan yang luar biasa bagi masyarakat," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Senin.
Sri Mulyani menyebutkan beragam bantuan pemerintah meliputi Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), Bantuan Sembako Jabodetabek untuk 1,9 juta KPM, dan Bantuan Tunai peserta Sembako non-PKH kepada 9 juta KPM.
Kemudian bantuan upah karyawan kepada 12,4 juta orang, BLT Dana Desa untuk 8 juta penerima, Kartu Sembako 19,4 juta KPM, Bansos Tunai Non Jabodetabek kepada 9,2 juta KPM, dan bantuan beras peserta PKH kepada 10 juta KPM.
Sekaligus yang terbaru adalah subsidi upah untuk guru honorer yang mencapai 2,4 juta orang di bawah Kemendikbud dan Kemenag serta Program Kartu Prakerja untuk 5,6 juta orang. Menurutnya, berbagai bantuan itu telah mampu mendorong tingkat konsumsi masyarakat menengah ke bawah yang sempat mengalami tekanan luar biasa akibat dampak pandemi.
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan, program perlindungan sosial mampu menekan angka kemiskinan menjadi 9,69 persen dari persentase akibat Covid-19 sebelumnya yang diperkirakan mencapai 10,96 persen.
Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara BKF Ubaidi Socheh Hamidi dalam webinar Indef di Jakarta, Senin, menjelaskan, realisasi perlindungan sosial program PEN mencapai Rp193,07 triliun atau 82,4 persen dari pagu Rp234,33 triliun hingga 18 November 2020. Sejumlah program dalam perlindungan sosial, kata dia, sudah terserap hampir 100 persen di antaranya Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan beras dan kartu prakerja dalam kelompok perlindungan sosial.
Dalam paparannya, Ubaidi juga mengungkapkan program PEN juga mendorong unit usaha baru yakni kategori orang berusaha yang dibantu buruh/karyawan tidak tetap, naik 1,13 juta pelaku usaha berkat dukungan kepada UMKM. Tak hanya itu, lanjut dia, program PEN juga mendorong orang yang berusaha sendiri naik 40 ribu orang.
Dalam program PEN, pemerintah mengalokasikan pagu anggaran untuk dukungan UMKM sebesar Rp114,81 triliun dan hingga 18 November 2020 sudah terserap sebesar Rp96,61 triliun atau 84,1 persen dari pagu. Adapun bantuan UMKM itu, kata dia, di antaranya berupa subsidi bunga kepada 20,4 juta debitur, penjaminan kredit UMKM kepada 246,6 ribu debitur, diskon listrik/pembebasan biaya 31,4 juta pelanggan rumah tangga dan UMKM.
Tidak hanya itu, kata Ubaidi, juga dalam bentuk pembiayaan investasi kepada 101 ribu UMKM dan bantuan usaha mikro kepada 9,32 juta penerima.
"Jadi indikasi usaha menengah besar menurun, beralih menjadi UMKM," katanya.
- Soal Kerumunan Massa di Tebet, Ini Kata Wagub DKI
- Camat Tebet Bantah Acara Maulid HRS Jadi Klaster Covid
- Ketua MPR Dorong Kemenkes-BPOM-MUI Pastikan Kehalalan Vaksin
- Betulkah Ayam Boiler Besar Berkat Disuntik Hormon?
- Milner Jadi Jawaban Sosok Pengganti Bek Kanan Liverpool