-
Carlo Ancelotti: Misi Utama Saya Bukan Tinggalkan Paisley dan Zidane
59 menit lalu -
Jefferson Assis, Bomber Garang Calon Pemain Persebaya
41 menit lalu -
AS Bakal Suntik Rp14,5 Triliun untuk Startup RI
59 menit lalu -
Angela Tanoesoedibjo Angkat Isu Pembiayaan Pengurangan Risiko Bencana Sektor Pariwisata di Forum GPDRR 2022
52 menit lalu -
Jelang Hadapi Timnas Indonesia, PSSI-nya Bangladesh Berharap Bengal Tigers Bisa Tampil Maksimal
45 menit lalu -
Harta Karun Nomor 1 Dunia Ini Terkubur di RI, Jadi Rebutan Elon Musk Cs
38 menit lalu -
Tak Disangka! 3 Artis Ini Punya Harta Karun di Bawah Tanah
48 menit lalu -
Stasiun Gambir Akan Dialihfungsikan untuk Naik Turun Penumpang KRL
43 menit lalu -
Wabah PMK Menghantui Lombok Tengah, Pemkab Bantu Peternak
31 menit lalu -
Mahasiswa UB Tersangka Teroris Sempat Bikin Artikel Ilmiah Terkait Timur Tengah
49 menit lalu -
Jabar Gratiskan Tes PCR Semua Calon Jamaah Haji
43 menit lalu -
Barat Minta Ukraina Serahkan Wilayah ke Rusia, Presiden Zelenskyy Marah Besar
35 menit lalu
Saat Pakistan Tolak Ilmuwan non-Muslim

ISLAMABAD -- Pervez Hoodbhoy, seorang fisikawan dan penulis yang tinggal di Islamabad, menuliskan kerugian yang dialami Pakistan karena menolak mengakui kehadiran ilmuwan non-Muslim.
Sebuah artikel DAWN yang mengulas tentang Har Gobind Khorana (1922-2011) membawanya kembali ke 50 tahun yang lalu. Kala itu, bersama dengan 600 mahasiswa lainnya, ia memadati ruang kuliah terbesar MIT 26-100 untuk mendengarnya berbicara.
Karena tidak mengerti dasar-dasar biologi molekuler, ia memutuskan hanya bertahan setengah jalan. Keingintahuan telah mendorong ia menuju ruangan itu, mengingat profesor MIT yang terkenal ini telah memenangkan Hadiah Nobel 1968 dan memulai bidang baru. Lebih menarik lagi, dia adalah seorang warga Lahore dengan gelar sarjana dan master dari Universitas Punjab.
Lahore disebut tidak tahu, atau bahkan tidak peduli, terkait pria ini. Hal yang sama juga berlaku untuk Subrahmanyan Chandrasekhar (1910-1995), yang menjadi Pemenang Nobel sebagai pengakuan atas karya definitifnya tentang kematian bintang.
Saat ini satelit NASA bernama Chandra menjelajahi langit untuk mencari bintang neutron, lubang hitam, dan objek astronomi tidak biasa lainnya.
Adapun kisah Abdus Salam (1926-1996) terlalu terkenal untuk diulang di sini. Ia merupakan pemenang Nobel fisika 1979, yang belajar di Government College (GC) Lahore dan mengajar di Universitas Punjab. Namun, tidak ada jalan atau landmark di Lahore yang menyandang nama Salam, Khorana, atau Chandrasekhar.
Dilansir di DAWN, Sabtu (15/1), ada sebuah lembaga afiliasi GC bernama Sekolah Studi Matematika Abdus Salam. Namun, untuk menampilkan namanya di papan nama bisa berbahaya, terlebih di kota yang sering dicengkeram oleh semangat keagamaan.
Di GC, ada dua ahli matematika dalam teori bilangan. Salah satunya adalah Sarvadaman Chowla, seorang ahli matematika ulung yang mengepalai departemen matematika dari tahun 1937 hingga 1947.
Menjadi seorang Hindu, ia meninggalkan Lahore setelah kerusuhan dimulai dan pergi ke Universitas Princeton, kemudian Universitas Colorado di Boulder, dan akhirnya menjadi profesor di Universitas Pennsylvania. Dia meninggal pada 1995 dan dirayakan sebagai ahli teori bilangan terkenal oleh American Mathematical Society dengan beberapa teorema penting atas namanya.
Berita Terkait
- Muhammad bin Zakariya Razi Kiblat Kedokteran Eropa
- Jacobabad, Kota Tempat Seluruh Rumah Ibadah Berdiri Berdampingan
- Sumber: Pemimpin Senior Taliban Pakistan Dibunuh di Afghanistan
- Film Sci-Fi yang Memiliki Akhir Paling Pilu
- Direktur Dortmund Terkejut Mendengar Pernyataan Erling Haaland