-
Mendes: SDGs Desa Mampu Memajukan Seluruh Warga
56 menit lalu -
Ungkapan Egy Maulana Vikri Usai Cetak Gol Debut di Lechia Gdansk
50 menit lalu -
Bakri Perjuangkan Jalan Rusak di Tanjabtim ke Pemerintah Pusat
50 menit lalu -
Agensi Pastikan Kang Daniel Bakal Comeback Bulan Depan
51 menit lalu -
Dahlan Iskan Cerita Ribetnya Warga China Jika Ingin ke Luar Negeri Pasca Pandemi
43 menit lalu -
Menteri Trenggono: Bukan Sebatas Hasilkan Benih Lobster tapi Industri Jadi Besar
43 menit lalu -
Vaksinasi Buat Risiko Terinfeksi Covid-19 Turun 65 Persen
34 menit lalu -
BPPT Kembangkan Rapid Test Titer Antibodi Pascavaksinasi
45 menit lalu -
Empat Jenazah Korban Sriwijaya Teridentifikasi Kamis Ini
42 menit lalu -
Isco dan Marcelo Tertawa saat Madrid Tersingkir dari Copa del Rey
45 menit lalu -
MK Butuh Rata-Rata 82 Hari Selesaikan Perkara
35 menit lalu -
Respons Kemajuan Ristek, Gaphura Usung Smart Organizer
17 menit lalu
Seberapa Mendesak RUU Larangan Minuman Alkohol?

JAKARTA - Sebanyak tiga fraksi di DPR yakni, Fraksi PPP, Fraksi PKS, dan Fraksi Gerindra mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait larangan Minuman Beralkohol (Minol) masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2020. Usulan tersebut menuai pro dan kontra.
Sejumlah pihak menganggap RUU larangan minuman beralkohol belum terlalu penting dan mendesak untuk digulirkan saat ini. Tak hanya itu, RUU tersebut juga dianggap bakal merugikan sejumlah pihak. Lantas seberapa urgensinya RUU larangan minuman beralkohol?
Pakar hukum pidana Indriyanto Seno Adji menyarankan, untuk menilai seberapa urgensi sebuah Rancangan Undang-Undang, baiknya dilakukan public consultation. Sehingga, nantinya rancangan kebijakan tersebut tidak sia-sia.
"Sebaiknya untuk menilai suatu RUU itu urgensi atau tidak, ada semacam public consultation perihal tersebut. Kajian urgensinya juga memperhatikan analisis dampaknya atas rencana penerbitannya (keberadaan RUU tersebut) dengan metode Economic Analysis of Law," kata Indriyanto kepada Okezone, Senin (16/11/2020).
Menurut mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut, RUU larangan Minol sebetulnya belum terlihat begitu mendesak dan penting. Lagipula, terkait pengawasan dan peredaran Minol sendiru sudah diatur oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Belum terlihat urgensinya RUU ini, lagipula, bila ada kekhawatiran peredaran ilegal minol, maka pengawasan sudah bisa dilakukan oleh BPOM dan Polri. Jadi tidak perlu ada kekhawatiran dan sifat urgensif maupun polemik bentuk sanksi tersebut," pungkasnya.