-
Berkedok Toko Kosmetik, Ribuan Pil Tramadol dan Eximer Disita
43 menit lalu -
Maju ke Semifinal Piala Menpora 2021, Kiper PSS Sleman: Ini Prestasi Baru!
49 menit lalu -
Klaim Covid-19 di Jakarta Sudah Terkendali, Anies: Kemenangan di Depan Mata!
59 menit lalu -
Penembakan di Sekolah Menengah Tennessee, Polisi Tembak dan Tewaskan Seorang Siswa
25 menit lalu -
Nostalgia Hari Ini: Manchester United Gunakan 2 Jersey di 1 Laga
8 menit lalu -
BMKG Deteksi Bibit Siklon Tropis 94W, Begini Dampaknya bagi Indonesia
32 menit lalu -
Pemerintah Gelontorkan Rp6,2 Miliar/Tahun untuk Penanganan Iklim
10 menit lalu -
Lesti Minta Maaf Kepada Siti Badriah, Begini Kalimatnya
51 menit lalu -
Menag Tegaskan Warga Zona Merah dan Oranye Untuk Tarawih di Rumah
28 menit lalu -
2 Desa di Alor Kembali Longsor Pasca Bencana Siklon Tropis Seroja di NTT
10 menit lalu -
KPK Buka Peluang Jerat Kembali Sjamsul Nursalim dan Istrinya, Asalkan...
54 menit lalu -
Rupiah Dibuka Lesu di Rp14.610/USD
50 menit lalu
Studi Psikologi Petakan Karakter Mental Kaum Radikal

JAKARTA -- Universitas Cambridge mengklaim sukses memetakan karakter mental individu berpandangan ekstrem. Ilmuwan meyakini esktremisme berakar pada kemampuan kognitif manusia memahami hal rumit, terlepas dari ideologinya.
Kemampuan nalar manusia memberikan petunjuk ideologi seperti apa yang kelak akan dianut. Menurut penelitian yang dirilis Universitas Cambridge, Inggris, pada Senin (22/2), individu berpandangan ekstrim kesulitan menjalankan tugas psikologis yang rumit.
Studi tersebut menyimpulkan, gabungan karakter individu dan kemampuan kognitif, yakni bagaimana otak manusia mencerna informasi, bisa "memprediksi" pandangan ekstrim di lintas ideologi, termasuk nasionalisme atau agama. Karakter psikologis ini mencakup daya ingat yang rendah, dan kemampuan mencerna perubahan warna atau bentuk yang lambat.
Selain itu, individu berpandangan ekstremis juga memiliki kecenderungan mencari perhatian atau bersikap impulsif. Demikian menurut keterangan pers yang dipublikasikan Universitas Cambridge di laman internetnya.
Studi tersebut mengandalkan hasil penelitian sebelumnya, dan mengundang 330 warga Amerika Serikat berusia antara 22 dan 63 tahun. Responden menjalani sebanyak 22 survey kepribadian dan 37 tugas neuropsikologi, selama dua pekan. Tugas dibuat netral, tanpa kaitan politik atau emosi, seperti mengingat bentuk visual atau mengikuti pergerakan benda di layar monitor.
Dalam penelitiannya, ilmuwan juga memetakan karakter psikologis individu yang memiliki sikap konservatisme politik yang ekstrim, atau individu berpandangan dogmatis, yakni padangan kaku yang sulit diubah. Dalam hal ini, otak yang bersangkutan cenderung mengikuti pola kognitif yang lambat tapi akurat, ketimbang cepat tapi tidak akurat seperti pada kaum berpandangan liberal.
Ilmuwan meyakini, meski masih di tahap awal, studi ini bisa membantu mengidentifikasi atau menolong individu yang rentan teradikalisasi di setiap spektrum politik atau ideologi.
Berita Terkait
- 'Konflik Timur Tengah Suburkan Radikalisme di Indonesia'
- Imam Besar Masjid Istiqlal Imbau Warga tak Ragu Divaksin
- Bikin Ketawa Nakes, Ini Beragam Ekspresi dan Momen Lucu Wartawan di Solo Saat Jalani Vaksinasi Covid-19