-
Sejarah Pertemuan Inter Milan vs AC Milan di Coppa Italia
54 menit lalu -
Mengenal Aturan Sponsor di Baju Klub Sepakbola
40 menit lalu -
Mendag: PSBB Berhasil tapi Perdagangan Menurun
56 menit lalu -
Juventus akan Permanenkan McKennie Sebelum Musim Berakhir
43 menit lalu -
Daftar Unggulan Ganda Putra World Tour Finals: Ahsan/Hendra No 3
38 menit lalu -
KPK Ungkap Pintu Masuk Virus Covid-19 ke Tahanan
54 menit lalu -
Pekan Depan, Polisi Olah TKP Video Syur Gisel di Medan
53 menit lalu -
Lautan Sampah Terlihat Dekat Gerbang Tol Kalimalang Bekasi
52 menit lalu -
Investasi Industri Tumbuh Double Digit, Menperin: Pemerintah All Out
45 menit lalu -
GP Ansor Minta Kasus Wajib Jilbab di SMKN 2 Kota Padang Tak Terulang
40 menit lalu -
Gubernur Sulbar Terjebak Longsor Saat Bantu Korban Gempa
41 menit lalu -
Masalah Privasi, India Blokir Permanen Aplikasi 59 China
25 menit lalu
0
Warga Pejarakan Keluhkan Pengerukan Pantai

Warga Dusun Marga Garuda, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, mengeluhkan aktivitas pengerukan pasir pantai dengan alat berat. Warga menduga pengerukan dilakukan oleh oknum pengembang usaha tanpa berkoordinasi dengan pihak desa.
Warga mengeluhkan itu karena di sempadan pantai setempat banyak terdapat Mangrove yang sebelumnya ditanam kelompok masyarakat. Kelompok Penanam Mangrove di Desa Pejarakan Ketut Nasa, berharap aktivitas tersebut dihentikan karena mengancam keberadaan Mangrove. "Kami berharap dihentikan dulu. Tujuannya untuk apa pengerukan itu, saya belum tahu," katanya dengan nada miris.
Hal senada disampaikan Kelian Banjar Adat Marga Garuda Kadek Yasa. Dia mengaku telah menerima laporan dari warga yang mencari ikan melihat beberapa alat berat sedang mengeruk pasir putih. Atas laporan warga itu, pihaknya telah mendatangi lokasi untuk mengecek hal tersebut. "Kami merasa miris melihat pantai dibeginikan. Pohon bakau dikeruk dan sempadan pantai dibendung, malah kami belum menerima konfirmasi dari pihak pengelola. Ya, setidaknya ada pemberitahuan dari pengembang kepada desa, supaya tidak ada tanda tanya negatif," sesalnya.
Menurut Yasa, yang dilakukan pihak pengembang sangat tidak wajar apalagi tanpa koordinasi terlebih dahulu. "Kalau tujuannya untuk mengembangkan atau membangkitkan ekonomi desa, ya kami di sini setuju. Tapi kan harus ada konfirmasi ke desa," kata Yasa.
Selaku Kelian Banjar Adat, dia berharap ada kejelasan untuk apa pengerukan lahan itu. Diduga, lahan yang dikeruk pihak perusahaan merupakan HGU 8/7 Desa Pejarakan. "Kami hanya ingin kejelasan agar tidak ada pro dan kontra antara masyarakat dengan pengelola," tandas dia.
Keluhan warga disikapi Perbekel Desa Pejarakan, Made Astawa. Dia pun memfasilitasi warga Dusun Marga Garuda bertmu dengan pihak pengelola lahan di kantor desa setempat, Selasa (1/12). Hadir, Kelian Desa Adat Pejarakan Putu Suastika dan Kapolsek Gerokgak Kompol Made Widana.
Dari hasil pertemuan, diketahui tujuan pengerukan lahan pasir putih oleh pihak pengembang hanya untuk menata kawasan. Terkait dengan dugaan sempadan pantai yang dibendung dengan beton, menurut Astawa, untuk penahan agar tidak terjadi abrasi sesuai dengan sertifikat HGU yang dimiliki. "Sebelumnya memang belum ada konfirmasi ke desa dinas dan adat maupun kepala lingkungan. Maka kami ingin tahu lebih jelas masa kontrak dimiliki pihak pengelola. Ternyata sudah berakhir September atau Oktober 2020, tapi yang bersangkutan bermaksud tetap mengelola usahanya," terang Perbekel Astawa.
Menyikapi hal tersebut, dia telah menyarankan pengelola untuk sementara tidak melanjutkan pengerukan pasir putih. Sembari menunggu proses administrasi dan surat perizinan yang diterbitkan Kantor Pertanahan Buleleng maupun Kanwil BPN Provinsi Bali. "Karena kontraknya sudah habis, maka tunggu dulu hasil kajian BPN Provinsi apakah diperpanjang atau tidak hak pengelolaannya. Ini kan krusial sekali karena pemindahan pasir walaupun masih satu lokasi untuk penataan, tanpa konfirmasi ke desa. Intinya disepakati berhenti sementara pekerjaannya," pungkas dia. *cr75
Warga mengeluhkan itu karena di sempadan pantai setempat banyak terdapat Mangrove yang sebelumnya ditanam kelompok masyarakat. Kelompok Penanam Mangrove di Desa Pejarakan Ketut Nasa, berharap aktivitas tersebut dihentikan karena mengancam keberadaan Mangrove. "Kami berharap dihentikan dulu. Tujuannya untuk apa pengerukan itu, saya belum tahu," katanya dengan nada miris.
Hal senada disampaikan Kelian Banjar Adat Marga Garuda Kadek Yasa. Dia mengaku telah menerima laporan dari warga yang mencari ikan melihat beberapa alat berat sedang mengeruk pasir putih. Atas laporan warga itu, pihaknya telah mendatangi lokasi untuk mengecek hal tersebut. "Kami merasa miris melihat pantai dibeginikan. Pohon bakau dikeruk dan sempadan pantai dibendung, malah kami belum menerima konfirmasi dari pihak pengelola. Ya, setidaknya ada pemberitahuan dari pengembang kepada desa, supaya tidak ada tanda tanya negatif," sesalnya.
Menurut Yasa, yang dilakukan pihak pengembang sangat tidak wajar apalagi tanpa koordinasi terlebih dahulu. "Kalau tujuannya untuk mengembangkan atau membangkitkan ekonomi desa, ya kami di sini setuju. Tapi kan harus ada konfirmasi ke desa," kata Yasa.
Selaku Kelian Banjar Adat, dia berharap ada kejelasan untuk apa pengerukan lahan itu. Diduga, lahan yang dikeruk pihak perusahaan merupakan HGU 8/7 Desa Pejarakan. "Kami hanya ingin kejelasan agar tidak ada pro dan kontra antara masyarakat dengan pengelola," tandas dia.
Keluhan warga disikapi Perbekel Desa Pejarakan, Made Astawa. Dia pun memfasilitasi warga Dusun Marga Garuda bertmu dengan pihak pengelola lahan di kantor desa setempat, Selasa (1/12). Hadir, Kelian Desa Adat Pejarakan Putu Suastika dan Kapolsek Gerokgak Kompol Made Widana.
Dari hasil pertemuan, diketahui tujuan pengerukan lahan pasir putih oleh pihak pengembang hanya untuk menata kawasan. Terkait dengan dugaan sempadan pantai yang dibendung dengan beton, menurut Astawa, untuk penahan agar tidak terjadi abrasi sesuai dengan sertifikat HGU yang dimiliki. "Sebelumnya memang belum ada konfirmasi ke desa dinas dan adat maupun kepala lingkungan. Maka kami ingin tahu lebih jelas masa kontrak dimiliki pihak pengelola. Ternyata sudah berakhir September atau Oktober 2020, tapi yang bersangkutan bermaksud tetap mengelola usahanya," terang Perbekel Astawa.
Menyikapi hal tersebut, dia telah menyarankan pengelola untuk sementara tidak melanjutkan pengerukan pasir putih. Sembari menunggu proses administrasi dan surat perizinan yang diterbitkan Kantor Pertanahan Buleleng maupun Kanwil BPN Provinsi Bali. "Karena kontraknya sudah habis, maka tunggu dulu hasil kajian BPN Provinsi apakah diperpanjang atau tidak hak pengelolaannya. Ini kan krusial sekali karena pemindahan pasir walaupun masih satu lokasi untuk penataan, tanpa konfirmasi ke desa. Intinya disepakati berhenti sementara pekerjaannya," pungkas dia. *cr75
Sumber: Nusabali
Berita Terkait
Berita Populer Dari Nusabali