-
Lagi Mode Bucin, Marc Marquez Siap-Siap Menggila di MotoGP Italia 2023
59 menit lalu -
Mateo Kovacic Segera Jadi Pembelian Pertama Manchester City pada Bursa Transfer Musim Panas 2023
30 menit lalu -
Profil Stadion Olimpiade Ataturk, Venue Final Liga Champions 2022-2023 yang Pertemukan Manchester City vs Inter Milan
48 menit lalu -
Konsisten Pasang Bendera Indonesia di Instagram, Pertanda Emil Audero dan Kevin Diks Siap Bela Timnas Indonesia?
52 menit lalu -
Cerita Keluarga Saat Mencari Keberadaan Angeline, Sempat Bertemu Pelaku
46 menit lalu -
Harga Gula Siap Naik Jadi Rp 15.500 per Kg
36 menit lalu -
Shin Tae-yong Bongkar Cara Timnas Indonesia Kalahkan Argentina di SUGBK
51 menit lalu -
Wewenang Kejaksaan Digugat ke MK, GP Anshor Nilai Perang Lawan Korupsi Berhenti
42 menit lalu -
Pamer Potret Bareng Kaesang dan Erina, Aldi Taher: Bodo Amat
49 menit lalu -
Cadangan Devisa RI Turun Jadi Rp2.068 Triliun pada Mei 2023
37 menit lalu -
Ular Sanca Sepanjang 4 Meter Dievakuasi Usai Memangsa Ayam Warga
36 menit lalu -
Penyebab Peringkat Dunia Inter Miami di Bawah Persib Bandung dan Persija Jakarta
37 menit lalu
Jangan Remehkan Gangguan Tidur!

KUALITAS tidur yang rendah mengakibatkan seseorang sulit berkonsentrasi, kemampuan belajar menurun hingga dapat berujung gangguan mental. Ada lebih dari 100 tipe gangguan tidur, tapi yang paling banyak terjadi adalah insomnia akibat gaya hidup yang sibuk, stres, serta penggunaan gawai yang sangat intens.
Kurang tidur atau buruknya kualitas tidur diketahui memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan dalam jangka panjang dan pendek. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perbandingan kualitas tidur dibanding kuantitas tidur memiliki pengaruh yang lebih besar pada kualitas hidup dan fungsi tubuh pada siang hari.
Gangguan tidur ini juga bukan hanya diderita oleh orang tua tapi juga mereka di usia produktif. Dalam jangka panjang, penderita insomnia dikhawatirkan dapat mengurangi produktivitas dan kualitas hidupnya.
Menurut psikolog klinis Aurora Lumbantoruan, insomnia apabila kondisinya sulit untuk memulai tidur, sulit untuk tetap tidur, ataupun individu tidak merasakan dampak dari tidur, dan yang terakhir kombinasi dari tiga hal tersebut. Ia menyatakan gangguan tidur memiliki hubungan dua arah dengan gangguan mental. Sebesar 50% penderita gangguan tidur juga mengalami gangguan mental. Adapun 90% penderita depresi mengalami gangguan tidur.
"Kurang tidur menyebabkan emosional kita lebih meningkat. Kita juga cenderung menanggapi suatu hal dengan reaksi berlebihan serta lebih lambat ambil keputusan," kata Aurora dalam acara bertema "Kenali Utamamu u ntuk Menikmati Hidup " yang diadakan Amlife.
Reaksi emosional yang meningkat itu menyebabkan rentan terkena depresi. Berbagai kebiasaan dapat membuat sulit tidur. Sebut saja membawa pekerjaan ke rumah dan bekerja pada malam hari, tidur siang, tidur di kemudian waktu untuk menebus jam tidur yang hilang dan kerja shift dengan jam kerja yang tidak teratur. Karena itu, kita harus menyadari ritme tubuh atau yang diketahui sebagai alarm biologis dan menjaganya setiap hari untuk meningkatkan kualitas tidur dan rutinitas.
Bagi mereka yang harus bekerja pada malam hari, seperti profesi perawat atau pilot, Aurora menyarankan agar melakukan proses adaptasi dengan mengubah jam tidur sehingga malam kondisinya terjaga, jaga waktu tidur agar tidak terganggu, hati-hati terhadap emosi dan perubahan perilaku, dan usahakan tetap bersosialisasi supaya tetap sehat mental.
"Kalau sudah dua minggu insomnia, segera periksa ke dokter," bebernya.
Penelitian terbaru dalam Journal Sleep melaporkan, "wabah sulit tidur" yang mendunia mempengaruhi sekitar 150 juta orang di dunia. Prevalensi insomnia di Indonesia dilaporkan sebanyak 10% dari jumlah populasi atau sekitar 28 juta orang.